Bersyukur kepada Allah Ta’ala merupakan sebuah kewajiban.
Allah telah memerintahkannya dalam banyak ayat Al Qur’an, diantaranya ialah
firman Allah (yang artinya), “Wahai orang-orang yang beriman,
makanlah diantara rezeki yang baik-baik yang Kami berikan kepada kalian dan
bersyukurlah kepada Allah jika benar-benar hanya kepada-Nya kalian menyembah”
(QS. Al Baqarah : 172)
Di dalam ayat yang lain, Allah Ta’ala juga berfirman
(yang artinya), “Sesungguhnya yang kalian sembah selain Allah itu tidak
mampu memberikan rezki kepada kalian. Maka mintalah rezki itu di sisi Allah,
sembahlah Dia, dan bersyukurlah kepada-Nya. Hanya kepada-Nya lah kalian akan
dikembalikan.” (QS. Al ‘Ankabut : 17).
Dalam rangka memenuhi
perintah tersebut, hendaknya kita mempelajari terlebih dahulu tentang syukur,
kemudian mengamalkannya.
Pembahasan tentang syukur merupakan pembahasan yang sangat luas.
Dalam tulisan ringkas ini, penulis hanya akan membawakan beberapa poin saja,
yaitu keutamaan syukur, hakekat, pondasi-pondasi, dan rukun-rukunnya.
Keutamaan syukur
Dengan mengetahui keutamaan suatu perkara, seseorang akan lebih
bersemangat untuk meraihnya. Demikian juga dengan syukur, apabila kita
mengetahui keutamaan-keutamaanya yang sangat banyak, tentu kita akan
bersungguh-sungguh untuk menjadi orang-orang yang bersyukur.
Keutamaan syukur merupakan perkara yang tidak diragukan lagi.
Berikut ini beberapa point yang menjelaskan sebagian dari keutamaan-keutamaan
syukur :
Allah telah memuji rasul pertama, yaitu Nuh ‘alaihis salaam,
dengan sifat syukur. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “(yaitu)
anak cucu dari orang-orang yang Kami bawa bersama-sama Nuh. Sesungguhnya dia
adalah hamba (Allah) yang banyak bersyukur.” (QS. Al Israa : 3)
Allah juga memuji kekasih-Nya, Nabi Ibrahim ‘alaihis salaam,
dengan sifat mensyukuri nikmat-nikmat-Nya. Allah Ta’ala berfirman
(yang artinya), “Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang imam yang dapat
dijadikan teladan lagi patuh kepada Allah dan hanif. Dan sekali-kali bukanlah
dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan (Tuhan). Yang mensyukuri
ni’mat-ni’mat Allah. Allah telah memilihnya dan menunjukinya kepada jalan
yang lurus.” (QS. An Nahl : 120-121)
Allah Ta’ala memerintahkan Musa ‘alaihis salaam,
untuk mengambil apa-apa yang diberikan kepadanya, berupa kenabian, risalah,
dan hak untuk berbicara langsung kepada-Nya, lalu bersyukur kepada-Nya. Allah
Ta’ala befirman (yang artinya), “Hai Musa, sesungguhnya Aku memilih
(melebihkan) kamu dan manusia yang lain (di masamu) untuk membawa risalah-Ku
dan untuk berbicara langsung dengan-Ku, sebab itu berpegang teguhlah kepada
apa yang Aku berikan kepadamu dan hendaklah kamu termasuk orang-orang yang
bersyukur.” (QS. Al A’raf : 144)
Dan ayat-ayat lain yang serupa yang menerangkan bahwasanya
syukur merupakan jalan para nabi ‘alahimus salaam.
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam merupakan orang
yang paling mengenal Allah Ta’ala, paling takut, paling bersyukur,
paling tinggi kedudukannya di sisi-Nya. Dalam hadis yang shahih dari
shahabat Mughiroh bin Syu’bah radhiyallaahu ‘anhu, dia berkata, “Sungguh
dahulu Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam menegakkan shalat di malam
hari hingga membengkak betis atau kakinya. Ketika ditanya tentang hal
tersebut, beliau shallallahu `alaihi wa sallam menjawab : “Apa aku tidak
boleh menjadi hamba yang bersyukur?!”” (HR. Bukhari dan Muslim)
Allah Ta’ala telah mengabarkan hal tersebut melalui
banyak ayat dalam Al Qur’an, diantaranya firman-Nya (yang artinya), “Dan
Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui
sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan, dan hati, agar
kamu bersyukur.” (QS. An Nahl : 78)
Dia juga berfirman (yang artinya), “Dan karena rahmat-Nya,
Dia jadikan untukmu malam dan siang supaya kamu beristirahat pada malam itu
dan supaya kamu mencari sebahagian dari karunia-Nya (pada siang hari) dan
agar kamu bersyukur kepada-Nya.” (QS. Al Qashash : 73)
Di ayat lain, Allah juga berfirman (yang artinya), “Dan
Dia-lah Allah yang menundukkan lautan (untukmu), agar kamu dapat memakan
daripadanya daging yang segar (ikan), dan kamu mengeluarkan dari lautan itu
perhiasan yang kamu pakai, dan kamu melihat bahtera berlayar padanya, dan
supaya kamu mencari (keuntungan) dari karunia-Nya, dan supaya kamu bersyukur.”
(QS. An Nahl : 14)
Allah Ta’ala menggabungkan syukur dengan iman, dan
menyampaikan bahwasanya tidak ada alasan untuk meng-adzab makhluk-Nya
selama mereka masih bersyukur dan beriman. Allah berfirman (yang artinya), “Mengapa
Allah akan menyiksamu jika kamu bersyukur dan beriman? Dan Allah adalah
Syakir (Maha Mensyukuri) lagi ‘Aliim (Maha mengetahui).” (QS. An Nisa’ :
147)
Allah mengabarkan bahwasanya musuh-Nya, yaitu iblis, telah
menjadikan tujuan utamanya ialah memutuskan manusia dari bersyukur.
Demikianlah, karena Iblis mengetahui kedudukan syukur dan mengetahui
bahwasanya syukur merupakan kedudukan yang paling tinggi. Allah Ta’ala menghikayatkan
ucapan iblis (yang artinya), “Kemudian saya akan mendatangi mereka dari
muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau
tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur.” (QS. Al A’raf : 17)
Hakekat syukur
Hakekat syukur ialah mengakui nikmat-nikmat yang telah diberikan
oleh Allah, dengan disertai ketundukan, perendahan diri, dan kecintaan
kepada-Nya.
Oleh karena itu, barangsiapa yang tidak mengetahui adanya
kenikmatan, dia tidak bersyukur. Barangsiapa yang telah mengetahui adanya
kenikmatan namun tidak mengetahui dzat yang memberikannya (yaitu Allah Ta’ala),
dia tidak bersyukur. Barangsiapa yang telah mengetahui adanya kenikmatan dan
telah mengetahui dzat yang memberikannya, namun mengingkarinya, dia telah
kufur nikmat. Barangsiapa telah mengetahui adanya kenikmatan dan dzat yang
memberikannya, juga tidak mengingkarinya, namun dia tidak tunduk, tidak
mencintai-Nya, serta tidak ridho, maka dia tidak mensyukuri nikmat. Dan,
barangsiapa yang telah mengetahui adanya kenikmatan, dan mengetahui dzat yang
memberikannya, tunduk dan mencintai-Nya, ridho dengan-Nya dan pemberian
dari-Nya, serta menggunakan kenikmatan tersebut untuk perkara-perkara yang
dicintai-Nya dan ketaatan kepada-Nya, dialah orang yang mensyukuri nikmat.
Lima pondasi syukur
Dengan demikian, jelaslah bahwa syukur dibangun di atas lima
pondasi :
Apabila hilang satu poin dari poin-poin di atas, maka akan
hilang satu pondasi syukur.
Syukur ialah dengan hati, lisan, dan anggota badan. Dengan hati,
ialah tunduk, ridha, dan cinta. Dengan lisan, ialah memuji dan mengakui.
Dengan anggota badan, ialah taat dan patuh. (lihat Madaarikus Saalikiin,
hal. 244-246)
Tiga rukun syukur
Syukur kepada Allah berputar di atas tiga rukun. Tidaklah
seseorang dikatakan bersyukur, kecuali apabila telah terkumpul padanya ketiga
rukun tersebut, yaitu :
Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Apa saja
nikmat yang ada pada kalian, semua dari Allah (datangnya).” (QS. An Nahl
: 53)
Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “dan terhadap
nikmat Rabbmu, maka hendaklah kamu siarkan.” (QS. Adh Dhuha : 11)
Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Bekerjalah hai
keluarga Daud untuk bersyukur (kepada Allah). Dan sedikit sekali dari
hamba-hamba-Ku yang berterima kasih.” (QS. Saba’ : 13)
Semoga Allah memberikan rizqi kepada kita berupa rasa syukur
terhadap nikmat-nikmat-Nya, dan menolong kita untuk senantiasa berdzikir,
bersyukur, dan beribadah kepada-Nya dengan baik.
Disarikan dari Khutbah Jum’at Syaikh ‘Abdurrazzaaq bin Abdul
Muhsin al ‘Abbaad hafizhahullaah, berjudul Fadhlus Syukr, pada
tanggal 28 dzulhijjah 1421 H. http://al-badr.net/detail/cmXvryWU5O
|
Monday, 13 March 2017
Bersyukur Adalah Cara Memaknai Hidup
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Tafakkur
Search results
0 komentar:
Post a Comment