ASSALAMUALAIKUM... SELAMAT DATANG DI BLOG IKRAMUL WATHAN - DAKWAH ADALAH JALAN HIDUP - SHALAT BERJAMAAH DI MASJID ITU KEREN !!! TERIMAKASIH TELAH MENGUNJUNGI BLOG KAMI

Monday 11 November 2013

Jurnal Al-Tazkiah IAIN MATARAM



Bimbingan dan konseling Keluarga;
Analisis Pembinaan Keluarga Persfektif Al Qur’an Surah Lukman Ayat 16-17
Oleh : Akramul Wathan
(Mahasiswa Jurusan Bimbingan Konseling Islam)
Abstrak
Konseling keluarga sebagai bentuk formal suatu kelompok terapeutik berkembang relatif baru. Keluarga mempunyai arti penting dalam kehidupan manusia dalam kehidupan masyarakat. Terbentuknya keluarga bukan semata-mata mempunyai kepentingan yang sama, tetapi dari itu adalah berdasarkan sukarela dan cinta kasih yang azasi dia antara dua manusia (suami-isteri). Berdasarkan rasa cinta kasih inilah kemudian lahir anak sebagai wadah antara individu dan kelompok yang menjadi tempat pertama dan utama sosialisasi anak. Ibu, ayah, saudara dan keluarga yang lain adalah orang yang pertama bagi anak untuk mengadakan kontak dan tempat pembelajaran sebagaiman hidup orang lain.
Kata kunci : Bimbingan, konseling, Keluarga
A.  Pendahuluan
Keluarga merupakan satuan persekutan hidup yang saling mendasar dan merupakan pangkal kehidupan masyarakat. Di dalam keluargalah setiap warga masyarakat memulai kehidupannya dan dari keluargalah setiap individu dipersiapkan untuk menjadi warga masyarakat. Ketika menangani konseling, seorang konselor harus sadar bahwa ia tidak boleh melihat klien hanya sebagai individu saja karena dalam kenyataanya klien tidak hidup dalam lingkungan statis. Keluarga adalah salah satu bagian dari hidup klien yang memberi pengaruh yang sangat besar, bahkan dapat dikatakan paling besar. Pengaruh keluarga ini besifat positif tetapi juga negatif. Dari sekian banyak kasus konseling yang dihadapi konselor, ternyata bahwa masalah keluarga merupakan faktor yang paling kuat yang menyebabkan masalah-masalah lain timbul. Lebih jauh, mutu kehidupan di dalam masyarakat dan mutu masyarakat itu sendiri sebagian terbesar ditentukan oleh mutu keluarga-keluarga yang mendukung kehidupan masyarakat itu. Palmo, Lowry, Weldon, dan Scioscia (1984) mengidentifikasi perubahan-perubahan yang terjadi secara signifikan mempengaruhi strukutur dan kondisi keluarga, yaitu meningkatnya perceraian, kedua orang tua bekerja, pengangkatan anak, emansipasi pria dan wanita, dan kebebasan hubungan seksual. Selain itu meningkatnya kesadaran tentang anak-anak cacat, keadaan depresi dan bunuh diri, kesulitan mencari pekerjaan dan ketidak mampuan ekonomi pada umumnya menambah unsur-unsur yang mempengaruhi kehidupan keluarga.[1] Secara umum masalah-masalah yang banyak dihadapi oleh keluarga yang tidak dapat mereka atasi dan memerlukan bantuan orang lain yaitu konselor diantaranya: pertama, peristiwa atau situasi yang membuat stress, kedua, sumber-sumber kekuatan dalam keluarga, ketiga, cara anggota keluarga memandang situasi yang terjadi.
Keluarga pada dasarnya merupakan unit terkecil dari masyarakat yang dinahkodai oleh ayah sebagai kepala keluarga, sedangkan ibu sebagai kepala kerumahtanggaan dan sekaligus asisten nakhoda. Keluarga memegang peranan penting dalam pendidikan anak-anak, bahkan Rasulullah Saw bersabda bahwa Setiap anak yang lahir itu dalam keadaan suci bersih (fitrah) kedua orang tuannya yang memberikan warna dalam arti menjadikannya yahudi, Nasrani atau Majusi. Sebab Keluarga sebagai unit sosial terkecil dalam masyarakat merupakan lingkungan budaya pertama dan utama dalam rangka menanamkan norma dan mengembangkan berbagai kebiasaan dan perilaku yang dianggap penting bagi kehidupan pribadi, keluarga dan masyarakat.
Dalam kehidupan masyarakat di manapun juga, keluarga merupakan unit terkecil yang peranannya sangat besar. Peranan yang sangat besar itu disebabkan oleh karena keluarga mempunyai fungsi yang sangat penting bagi kelangsungan hidup bermasyarakat. Apabila fungsi keluarga tidak berjalan dengan baik maka timbul ketidakserasian dalam hubungan antara anggota keluarga, dapat dikatakan keluarga itu mempunyai masalah.
Konseling keluarga merupakan proses bantuan kepada individu dengan melibatkan para anggota keluarga lainnya dalam upaya memecahkan masalah yang dialami.[2] Konseling keluarga memandang keluarga secara keseluruhan bahwa anggota keluarga adalah bagian yang tidak mungkin dipisahkan dari anak (klien) baik dalam melihat permasalahannya maupun penyelesaiannya. Sebagai suatu sistem, permasalah yang dialami seorang anggota keluarga akan efektif diatasi jika melibatkan anggota keluarga yang lainnya. Pada mulanya konseling keluarga terutama diarahkan untuk membantu anak agar dapat beradaptasi lebih baik untuk mempelajari lingkungannya melalui perbaikan lingkungan keluarganya.
Pada masa lalu, konseling keluarga terfokus pada salah satu atau dua hal, yaitu (1) keluarga terfokus pada anak yang mengalami bantuan yang berat seperti gangguan perkembangan dan skizofrenia[3], yang menunjukan jelas-jelas mengalami gangguan; dan (2) keluarga yang salah satu atau kedua orang tua tidak memiliki kemampuan, menelantarkan anggota keluarganya, salah dalam member kelola anggota keluarga, dan biasanya memiliki sebagian masalah.
Anak di dalam suatu keluarga sering kali mengalami masalah dan berada dalam kondisi yang tidak berdaya di bawah tekanan dan kekuasaan orang tua. Permasalahan anak adakalanya diketahui oleh orang tua dan sering kali tidak diketahui orang tua. Permasalahan yang diketahui orang tua jika fungsi-fungsi psikososial dan pendidikannya terganggu orang tua akan mengantarkan anaknya ke konselor jika mereka memahami bahwa anaknya sedang mengalami gangguan yang berat. Karena itu konseling keluarga lebih banyak memberikan pelayanan terhadap keluarga dengan anak yang mengalami gangguan.
B.     Komunikasi pembentukan sikap dalam keluarga
Setiap hari kita berkomunikasi dengan orang lain melalui berbagi media dan cara. Berkomunikasi sangat penting bagi kita karena melalui komunikasi beberapa kebutuhan kita terpenuhi. Sebagai contoh, melalui komunikasi kita mendapatkan informasi penting untuk menyelesaikan tugas tertentu. Melalui komunikasi, kita memperoleh kepuasan psikologis seperti terpenuhinya perasaan cinta, perhatian dan kasih sayang. Bisa dibayangkan betapa tersiksanya manusia jika dalam sehari atau seminggu tidak melakukan kontak komunikasi dengan orang lain.[4]
Begitu juga keluarga, membutuhkan sentuhan komunikasi yang hangat dan penuh empati antara sesama anggota kelaurga. Melalui komunikasi yang hangat dan penuh empati tersebut, anggota keluarga akan terpenuhi kebutuhan psikologisnya. Berkaitan dengan hal tersebut peranan komunikasi dalam keluarga merupakan hal yang sangat penting. Antara suami dan isteri perlu saling berkomunikasi dengan baik untuk dapat mempertemukan satu dengan yang lain, sehinggga dengan demikian kesalahpahaman dapat dihindarkan. Dengan berkembangnya keluarga, yaitu hadirnya anak dalam keluarga, komunikasi dalam keluarga akan lebih meningkat, dalam pengertian perlu ada komunikasi yang baik antara orang tua dengan anak. Cukup banyak persoalan dalam keluarga yang timbul karena kurang atau tidak adanya komunikasi yang baik dalam lingkungan keluarga, hal ini perlu disadari oleh pihak orang tua.
1.    Komunikasi dalam keluarga
Pengertian komunikasi cukup banyak dikemukakan oleh para ahli. Namun demikian secara umum dapat dikemukakan bahwa komunikasi itu merupkan proses penyampaian dan penerimaan lambang-lambang yang mengandung arti. Syarat utama agar komunikasi dapat dipahami yaitu lambang-lambang tersebut mengandung arti yang sama bagi penyampaian dan penerimaan komunikasi. Komunikasi dapat berlangsung secara verbal ataupun nonverbal.
Komunikasi anatara suami isteri pada dasarnya harus terbuka. Hal tersebut karena suami isteri telah merupakan satu kesatuan. Komunikasi yang terbuka diharapkan dapat menghindari kesalah fahaman. Dalam batas-batas tertentu sifat keterbukaan dalam komuniksi juga dilaksanakan dengan anak-anak, yaitu apabila anak telah dapat berfikir secara baik, anak telah dapat mempertimbangkan secara baik mengenai hal-hal yang dihadapinya. Dengan demikian diharapakan akan ada saling pengertian di antara seluruh anggota keluarga dan dengan demikian akan terbina dan tercipta tanggung jawab sebagai anggota keluarga. Komunikasi dalam keluarga sebaiknya dua arah, yaitu saling memberi dan saling menerima di antara anggota keluraga. Dengan komunikasi dua arah, masing-masing pihak akan aktif dan masing-masing pihak akan memberikan pendapatnya mengenai maslah yang dikomunikasikan.
2.    Sikap orang tua terhadap anak
Anak mulai mengadakan hubungan secara langsung dengan lingkungannya, pertama-tama adalah lingkungan keluarga. Kelurga merupakan lingkungan sosial yang pertama dan utama bagi anak. Dalam lingkungan keluargalah anak mulai mengadakan persepsi, baik mengenai hal-hal yang di laur dirinya, maupun mengenai dirinya.
Ada Beberapa hal yang begitu penting untuk diperhatikan terkait prinsip-prinsip dalam komunikasi, khususnya komunikasi pembentukan sikap dalam keluarga. Antara lain;
a)      Qaulan Tsaqiila (Komunikasi yang Berpengaruh)
Prinsip ini menunjukkan bahwa setiap komunikasi yang kita sampaikan hendaknya kita persiapkan dengan sungguh-sungguh sehingga bisa memberikan pengaruh kepada pihak yang kita ajak bicara. Sebagai mana yang Allah Firmankan dalam Al qur’an yang artinya : Sesungguhnya Kami akan menurunkan kepadamu perkataan yang berpengaruh (Q.S. Al-Muzammil 73 : 5)
b)      Qaulan Sadiidaa (Komunikasi yang Tegas)
Komunikasi yang tegas adalah komunikasi yang tidak penuh keraguan, ketidak pastian, dan ketidak percayadirian. Dengan komunikasi yang tegas, orang lain akan memahami bagaimana sikap kita, apa posisi kita dan dengannya tidak akan menimbulkan kesalah pahaman maupun salah mengerti. Dalam Al Qur’an Surah An Nisaa ayat 9 Allah berfirman : Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.
c)      Qaulan Baliighaa (Komunikasi yng Penuh Makna)
Prinsip ini mengarahkan kita untuk bisa menyampaikan setiap pemikiran, perasaan dan nasehat dengan menggunakan pilihan kata, gaya bahasa, yang penuh makna sehingga membekas dalam diri orang yang kita ajak bicara.
Mereka itu adalah orang-orang yang Allah mengetahui apa yang ada di dalam hati mereka. Karena itu berpalinglah kamu dari mereka, dan berilah mereka pelajaran, dan Katakanlah kepada mereka Perkataan yang berbekas pada jiwa mereka. (Q.S. An Nisa 4 : 63)
d)      Qaulan Layyina (Komunikasi dengan Lemah Lembut)
Kelemah lembutan adalah salah satu faktor penting dalam berdakwah, bersosialisasi, bergaul, sehingga orang akan merasa tentram dan rela menerima pembicaraan kita.
Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut (Q.S. Thaaha 20 : 44)
e)      Qaulan Ma’ruufaa (Komunikasi yang Penuh Nilai Kebaikan)
Komunikasi yang penuh dengan nilai kebaikan akan menghindarkan kita dari perkataan dusta, keji atau menimbulkan kemadharatan pada pihak-pihak yang  kita ajak bicara. Dan sebaliknya, kita bias memberikan banyak manfaat kepada orang lain. Kuncinya adalah menjunjung musyawarah dan mampu menjaga nilai-nilai sportifitas dan keadilan.
“Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita itu dengan sindiran atau kamu menyembunyikan (keinginan mengawini mereka) dalam hatimu. Allah mengetahui bahwa kamu akan menyebut-nyebut mereka, dalam pada itu janganlah kamu mengadakan janji kawin dengan mereka secara rahasia, kecuali sekedar mengucapkan (kepada mereka) perkataan yang ma'ruf.” ( QS. Al Baqarah 2 : 235)
f)       Qaulan Masysuuraa ( Komunikasi yang Mudah)
Kominikasi dilakukan dengan bahasa yang mudah dicerna, tidak berbelit-belit dan tidak terlalu sering diulang karena akan menimbulkan kebosanan. Saat berkomunikasi dengan anak berikanlah contoh dari setiap perintah/keinginan, agar mudah dicerna. Karena anak biasanya melakukan modeling dari orang tuanya.
“Dan jika kamu berpaling dari mereka untuk memperoleh rahmat dari Tuhannya yang kamu harapkan, maka katakanlah kepada mereka Qaulan Maysura-ucapan yang mudah dicerna.” (Q.S. Al Isra : 28)
Dalam keluarga anak mulai mengadakan interaksi dengan orang tuanya, yaitu ayah dan ibu. Dalam interaksi masing-masing saling memberikan stimulus dan respon. Dengan interaksi antara anak dan orangtua, maka akan terbentuklah gambaran-gambaran tertentu pada masing-masing pihak sebagai hasil interaksinya. Anak akan mempunyai gambaran tertentu mengenai orang tuannya, demikian pula sebaliknya orangtua akan mempunyai gambaran tentang anaknya. Dengan adanya gambaran-gambaran tertentu tersebut sebagai hasil persepsinya melalui komunikasi, maka akan terbentuklah sikap-sikap tertentu pada masing-masing pihak. Bagi orangtua sebagai objek sikap, sebaliknya bagi anak orang tua sebagai objek sikap. Pada anak akan terbentuk sikap tertentu terhadap orang tuanya, sebalinya pada orang tua akan terbentuk sikap tertentu terhadap anaknya.
C.     Efisiensi Peran Orang tua terhadap Anak
Bila kita telaah sejarah, kita akan temukan orang seperti Shahib bin Ubbad,  sebagai teladan yang terkenal dengan kedermawanan dan kemurahannya. Ketika ibn Ubbad[5] berbicara tentang bagaiman sifat mulia ini dapat melekat pada dirinya, ia katakan bahwa sifat itu berasal dari ibunya. Ia juga menyatakan bahwa dirinya mendapatkan petunjuk darinya, khususnya cara pembinaannya terhadapnya. Ibunya setiap hari memberinya sejumlah uang, ketika ia pergi ke sekolah, dan memintanya untuk bersedekah darinya.
Ibnu Ubbad berkata, Perilaku sehari-hari yang dibiasakan oleh ibuku terhadapku ialah yang menjadikan diriku dermawan, sebab aku terdidik bahwa manusia harus memikirkan orang lain seperti memikirkan dirinya.”
Sekarang kita pun dapat menerapkan metode seperti ini dalam membina ataupun mendidik anak, memberikan kepada anak kasih sayang, dan mengajarkan mereka konsep-konsep luhur untuk mengasihi, mencintai dan menyayangi. Hak tertinggi yang terletak di pundak orang tua terhadap anak mereka adalah hak ketakwaan. Sewaktu seorang anak mencapai usia tujuh tahun, ia wajib memepelajari pelaksanaan salat secara benar. Dan orang tua wajib memberikan motivasi kepadanya, dengan memberikan hadiah atau penghargaan. Demikian pula halnya dengan Ibadah puasa.
Bila seorang anak memberikan pelayanan (bantuan) tertentu kepada tentangganya – atau kerabat dan kawannya – maka wajib bagi kita memberikan semangat atas kecendrungan ini, dengan menyodorkan hadiah yang pantas baginya. Bila seorang puteri telah mencapai usia sembilan tahun (usia baligh dan taklif), dan seorang puteri telah mencapai usia baligh dan taklif, hendaknya perangai takwa mendalam pada eksistensinya dan hadir dalm perilakunya.
Sifat ketakwaan inti tidak mungkin berpindah kepada anak kecuali melalui lingkungan keluarga dan pengaruh langsung orang tua, yang menanamkan nilai-nilai keagamaan pada jiwa anak dan mendidik mereka mengenal ma’ad (hari kebangkitan) serta takut kepada Allah. Di antara hak-hak anak juga adalah adab (sopan santun). Orang yang tidak menghias dirinya dengan adab yang baik, akan terisolir dari masyarakat dan dikeluarkan dari lingkup hubungan-hubungannya yang wajar. Dan orang yang terisolir dari masyarakat, hidupnya menjadi persemaian kejahatan, karena ia tumbuh pada lingkaran yang mendorongnya menuju kejahatan dan penyelewengan.[6]
Sungguh, orang-tua mempunyai peranan mendasar dalam mendidik anak hingga pada persoalan sekecil-kecilnya. Lantaran itu mereka harus mengajarkan kepada anak cara berbicara, duduk, memandang, makan dan berhubungan dengan orang lain dirumah, disekolah dan di masyarakat. Perlu diperhatikan bahwa para ayah yang hanya sibuk dengan diri mereka dan ditenggelamkan oleh urusan-urusan dan pekerjaan-pekerjaan khusus mereka, tidak dapat mendidik putra dan putri mereka dengan benar. Padahal hal seperti ini memberikan dimensi-dimensi membawa kesedihan yang mendalam. Dalam hal ini Allah berfirman :
Demi masa, sesungguhnya manusia benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan beramal saleh, dan yang saling mewasiatkan kebenaran serta saling mewasiatkan kesabaran.” (Q.S. Al Ashr : 1-3)
Perintah memlihara anak menjadi tanggungan dan keluargannya sejalan dengan perintah dalam surah al Tahrim (66) ayat 6 sebagai berikut:
Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman! Periharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adlah manusia dan batu; penjaganya malikat-malaikat dan keras, yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS. At-Tahrim:6)
Setiap mukmin diwajibkan untuk memberikan petunjuk kepada keluarganya dan memperbaiki seluruh anggota keluarganya, sebagaimana ia diwajibkan terlebih dahulu memperbaiki dirinya. Islam adalah suatu agama yang mengatur keluarga, maka ia mengatur kehidupan berumah tangga. Rumah tangga yang Islami akan menjadi dasar terbentuknya masyarakat yang Islami. Seorang ibu harus memiliki pribadi dan prilaku Islami sebagaimana pula seorang ayah harus memiliki pribadi dan prilaku Islami sehingga mereka dapat mendidik anak-anaknya menjadi anak-anak yang shalih dan shalihah. Karena, Terbentuknya keluarga yang Islami tergantung kepada bagaimana didikan Orang Tua nya, seandainya didikan Orang tuanya bagus yang mencerminkan kehidupan Islami, maka anak-anaknya pun akan menjadi orang-orang yang Islami.
D.    Pendekatan konseling keluarga
Untuk memahami mengapa suatu keluarga bermasalah dan bagaimana cara mengatasi masalah-masalah keluarga tersebut, berikut akan dideskripsikan secara singkat beberapa pendekatan konseling keluarga. Tiga pendekatan konseling keluarga yang akan diuraikan berikut ini, yaitu pendekatan sistem, conjoint, dan struktural.
1.      Pendekatan Sistem Keluarga
Murray Bowen merupakan peletek dasar konseling keluarga pendekatan sistem. Menurutnya anggota keluarga itu bermasalah jika keluarga itu tidak berfungsi (disfunctining family). Keadaan ini terjadi karena anggota keluarga tidak dapat membebaskan dirinya dari peran dan harapan yang mengatur dalam hubungan mereka.
Menurut Bowen, dalam keluarga terdapat kekuatan yang dapat membuat anggota keluarga bersama-sama dan kekuatan itu dapat pula membuat anggota keluarga melawan yang mengarah pada individualitas. Sebagian anggota keluarga tidak dapat menghindari sistem keluarga yang emosional yaitu yang mengarahkan anggota keluarganya mengalami kesulitan (gangguan). Jika hendak menghindari dari keadaan yang tidak fungsional itu, dia harus memisahkan diri dari sistem keluarga. Dengan demikian dia harus membuat pilihan berdasarkan rasionalitasnya bukan emosionalnya.
2.      Pendekatan Conjoint
Sedangkan menurut Sarti (1967) masalah yang dihadapi oleh anggota keluarga berhubungan dengan harga diri (self-esteem) dan komunikasi. Menurutnya, keluarga adalah fungsi penting bagi keperluan komunikasi dan kesehatan mental. Masalah terjadijika self-esteem yang dibentuk oleh keluarga itu sangat rendah dan komunikasi yang terjadi di keluarga itu juga tidak baik. Satir mengemukakan pandangannya ini berangkat dari asumsi bahwa anggota keluarga menjadi bermasalah jika tidak mampu melihat dan mendengarkan keseluruhan yang dikomunikasikan anggota keluarga yang lain.
3.      Pendekatan Struktural
Minuchin (1974) beranggapan bahwa masalah keluarga sering terjadi karena struktur kaluarga dan pola transaksi yang dibangunn tidak tepat. Seringkali dalam membangun struktur dan transaksi ini batas-batas antara subsistem dari sistem keluarga itu tidak jelas.
Mengubah struktur dalam keluarga berarti menyusun kembali keutuhan dan menyembuhkan perpecahan antara dan seputar anggota keluarga. Oleh karena itu, jika dijumpai keluarga itu dengan memperbaiki transaksi dan pola hubungan yang baru yang lebih sesuai.
Berbagai pandangan para ahli tentang keluarga akan memperkaya pemahaman konselor untuk melihat masalah apa yang sedang terjadi, apakah soal struktur, pola komunikasi, atau batasan yang ada di keluarga, dan sebagainya. Berangkat dari analisis terhadap masalah yang dialami oleh keluarga itu konselor dapat menetapkan strategi yang tepat untuk mambantu keluarga.[7]
E.     Pembinaan Keluarga dalam Al qur’an Surah Lukman
Di dalam Al Qur’an Surah Luqman Ayat 16-17 dijelaskan  tentang konsep pembinaan keluarga sebagai berikut :
Pertama, Pengetahuan tentang Allah
Pada ayat ke 16 lukman berkata kepada anaknya, sebagai berikut:
 (Luqman berkata): "Hai anakku, Sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha mengetahui.” (Q.SLuqman : 16)
Ayat di atas menggambarkan percakapan antara Luqman al Hakim dengan anaknya. Luqman al Hakim menjelaskan kepada anaknya bagaimana kemampuan kudratullah atau kadar kekuasaan Allah SWT. Selanjutnya Luqman al Hakim juga mencoba memberi pemahaman bahwa setitik debu tersebut tidak merasa dapat memberikan sumbangsih beban dalam sebuah timbangan. Selanjutnya, jika manusia diberi rizki oleh Allah SWT walaupun seberat biji sawi , sebutir pasir, di tempat-tempat yang telah ditentukan-Nya, pasti Allah SWT akan memberinya. Dan janganlah kita terlalu memaksakan atau menjadi makhluk yang sangat ambisius dalam mencari rizki yang membuat kita lalai terhadap kewajiban-kewajiban kita kepada Allah SWT. Hal ini senada dengan Firman Allah yang artinya: “ Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari kiamat, Maka Tiadalah dirugikan seseorang barang sedikitpun. Dan  jika (amalan itu) hanya seberat biji sawipun pasti Kami mendatangkan (pahala)nya. dan cukuplah Kami sebagai Pembuat perhitungan.” (Al Anbiya’ : 47)
Pengetahuan tentang Allah Swt (Aqidah) adalah hal terpenting yang harus senantiasa diperhatikan oleh orang tua. Karena jika aqidah seseorang baik dan kuat maka segi-segi yang lainpun akan menjadi baik, namun. Aqidah itu harus diajarkan mulai dari lingkungan rumah tangga, Karena lingkungan itulah sebagai penanaman pondasi untuk anak-anaknnya, ketika pondasi itu sudah ditanam dengan kuat, maka ketika anak itu bergaul dengan lingkungan lain mereka akan kuat dengan berbagai macam kemaksiatan yang akan dia hadapi itu.
Selanjutnya Allah SWT juga berfirman dalam surah Al Zalzalah ayat 7 dan 8 yang berbunyi : Artinya: “Barang siapa yang mengerjakan kebaikan seberat zarrah pun, niscaya Dia akan melihat (balasan)nya. Dan Barang siapa yang mengerjakan kejahatan sebesar zarrah pun, niscaya Dia akan melihat (balasan)nya pula.” (Al Zalzalah : 7-8)
Ayat keenam belas pada surah Luqman juga menjelaskan pemahaman mengenai sifat-sifat Allah SWT. di antaranya Allah SWT Maha Kaya, Maha Tahu dan Maha Halus, keyakinan terhadap sifat-sifat Allah SWT akan menjadikan anak memiliki dorongan yang kuat untuk menaati segala perintah Allah SWT. Kekuatan akidah merupakan landasan untuk menaati semua perintah Allah SWT berupa taklif hukum yang harus dijalankan sebagai konsekuensi keimanan. Oleh karena itu, perlu motivasi yang kuat, ketekunan yang sungguh-sungguh, serta kreativitas yang tinggi dari para orangtua terhadap upaya penanaman akidah yang kuat kepada anak.
Dari berbagai penafsiran mengenai ayat di atas, para mufassir umumnya memiliki pandangan yang sama. Kesamaan pandangan seperti segala perbuatan yang dilakukan manusia walaupun perbuatan itu tak lebih besar dari sebutir biji pasir atau sebutir biji sawi maka, maka Allah SWT akan menghadirkannya pada hari perhitungan amal, dan Allah SWT tidak akan merugikan hambanya sedikitpun. Ini menunjukkan sifat Mahakaya dan Mahateliti Allah SWT. Serta Allah SWT Mahamengetahui mengenai apa saja yang dilakukan oleh hambanya, baik itu di langit, di dalam sebuah batu atau di dalam bumi, maka Allah SWT akan membalas perbuatan hamba-hamba Nya pada hari kiamat kelak. Sungguh, ilmu Allah SWT meliputi segala sesuatu. Tak ada satu makhlukpun yang mampu bersembunyi dari pandangan-Nya, ketika seekor semut berjalan di atas batu yang hitam pada malam yang kelam, maka hal tersebut tak luput dari pandangan Allah SWT.

Kedua, Perintah mendirikan Shalat, seruan kepada kebaikan dan mencegah Kemungkaran
Pada ayat ke 16 lukman berkata kepada anaknya, sebagai berikut :
Artinya: “Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu Termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).” (Luqman : 17)
Allah SWT melalui kisah Luqman al Hakim menggambarkan perintah yang seharusnya dilakukan oleh para orang tua dalam mendidik anaknya agar mendapat keselamatan di dunia dan di akhirat. Ibn Katsir dalam tafsirnya menjelaskan bahwa pertama, perintah melaksanakan sholat yang terdapat dalam ayat ketujuhbelas surah Luqman mencakup ketentuan-ketentuan, syarat-syarat dan ketepatan waktunya. Kedua, perintah amr ma’ruf nahy munkar berarti perintah melakukan kebajikan dan melarang dari setiap  perbuatan buruk. Ketiga, bersabar atas segala gangguan dan rintangan yang datang menghadang pada saat kita hendak melaksanakan amr ma’ruf nahy munkar. Karena menurut beliau, setiap orang yang hendak mengerjakan amr ma’ruf nahy munkar pasti akan mendapat rintangan, cobaan atau halangan, dan pada saat itulah dibutuhkan kesabaran.
Luqman al Hakim menanamkan ke dalam anaknya aqidah yang kuat, yaitu beriman kepada Allah SWT dan tanpa sekutu bagi-Nya, setelah itu yakin adanya hari akhirat, dan percaya kepada keadilan balasan Allah SWT yang tidak terlepas dari-Nya walaupun sebesar sebiji sawi. Ia membawa anaknya kepada langkah yang kedua yaitu ber-tawajjuh kepada Allah SWT dengan ibadah sholat dan menghadapi manusia dengan berdawah kepada Allah SWT serta sabar memikul tugas-tugas da’wah dan kesulitannya yang pasti dihadapi. lnilah jalan aqidah yang tersusun yaitu mentauhidkan Allah SWT, meletakkan harapan pada balasan yang disediakan di sisi Allah SWT, percaya kepada keadilan Allah SWT dan takut kepada balasan Allah SWT, kemudian berpindah pula kepada kegiatan berda’wah, yaitu menyeru manusia memperbaiki keadaan diri mereka, menyuruh mereka berbuat kebaikan dan melarang mereka berbuat kemungkaran. Dan sebelum menghadapi perjuangan menentang kejahatan itu, seseorang harus memiliki bekal utama yaitu bekal ibadah kepada Allah SWT, ber-tawajjuh kepada Allah SWT dengan sholat dan sabar menanggung kesulitan yang dialami oleh setiap penda’wah kepada agama Allah SWT, yaitu kesulitan akibat penyelewengan hati manusia, kesulitan akibat dan kelancangan lidah dan dari kejahatan manusia, juga kesulitan akibat dan kesukaran materi dan pengorbanan jiwa.
 Beberapa pendapat mufassir mengenai ayat ketujuh belas dalam surah Luqman memiliki kesepakatan pandangan, mereka umumnya berpendapat, ketika aqidah sudah ditanamkan kepada seorang anak agar senantiasa meyakini ke-Esaan dan kekuasaan Allah SWT dan menjauhkan diri dari sifat syirik, maka dilanjutkan dengan mengetahui beberapa sifat Allah SWT seperti Mahakaya, Mahakuasa dan Mahatahu atas segala amal perbuatan manusia. Dilanjutkan dengan proses mendekatkan diri kepada-Nya, yaitu dengan melaksanakan sholat, hal ini merupakan perkara yang sangat penting, karena sholat merupakan dasar dari agama Islam, lebih lanjut, sholat merupakan amal perbuatan pertama yang akan dimintai pertanggung jawaban di akhirat kelak, jika baik sholatnya, maka Insyaallah baik pula amal perbuatan lainnya.
Sholat akan membentuk tingkah laku anak menjadi matang, Karena sholat yang diwajibkan Allah SWT sebagai benteng untuk mencegah kenakalan moral. Islam memerintahkan kepada orang tua agar mulai membiasakan mendidik anak menegrjakan shalat sejak usia didni meskipun anak tersbut belum terkena kewajiban.[8] Karena itu, menegakkan sholat memiliki muatan ia mengerjakan amal ibadah sholat sebagaimana yang di contohkan Rasulullah Saw. Akan tetapi , ia juga menegakkan apa yang ada di dalam doa sholat. Sholat adalah sebuah Iqror “sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidup dan matiku hanya untuk Allah Robbul ‘Alamiin” ini memiliki arti bahwa dengan sholat adalah sebuah kepatuhan hukum Allah SWT (syariah Islam) dalam tata kehidupan.
Setelah perintah mengerjakan sholat. Luqman al Hakim memerintahkan anaknya anaknya agar menyeru kepada kebaikan dan cegahlah keburukan. Secara langsung Luqman al Hakim memerintahkan kepada anaknya agar berdakwah di jalan Allah SWT. sebuah perintah mulia yang diminta sang ayah kepada anaknya guna mendapat keridhoan-Nya. Perintah berdakwah itu diiringi oleh nasihat agar sang anak senantiasa bersabar dalam berdakwah. Menurut M. Quraish Shihab, semakin bertakwa seseorang, maka semakin besar dan semakin panjang pula tingkat kesabarannya, sehingga yang bersangkutan dapat mencapai satu tingkat kesabaran yang bagaikan tidak terbatas. Sebaliknya, seseorang yang kurang atau tidak bertakwa akan hilang kesabarannya bila ditimpa sedikit bencana, sehingga jangankan kesabaran terbatas, sedikit kesabaran pun tidak dimilikinya.Kesabaran dapat ditumbuhkan sehingga mencapai suatu batas yang mendekati “tidak terbatas”, antara lain dengan menyadari bahwa ujian atau petaka yang sedang dihadapi dapat terjadi dalam bentuk yang lebih besar. Jika ini disadari, ketika itu akan muncul dari lubuk hati yang terdalam rasa syukur atas nikmat-nikmat lain yang selama ini diperoleh sehingga saat itu juga kesabaran bagaikan tidak perlu diperankan lagi.
Kesabaran yang diperintahkan oleh Luqman al Hakim kepada anaknya agar senantiasa istiqomah dalam menyerukan kebaikan dan mencegah dari kemungkaran seolah menyadarkan bahwa dalam mengemban tugas dakwah, rintangan dan halangan seolah menjadi santapan bagi orang yang menyeru ke jalan kebaikan. Hal itu dikarenakan oleh banyaknya rintangan dari orang-orang yang melemahkan semangat dan gangguan orang-orang yang membenci dan mencaci. Sejak empat belas abad yang lalu, di tanah Arab telah lahir Muhammad ibn Abdullah Saw. Para pemimpin agama Yahudi dan Nasrani sebenarnya telah mengetahui beritanya, mereka datang menjumpai beliau untuk meyakini kebenaran dakwah dan risalahnya.[9]
Jadi, setelah menanamkan aqidah yang kokoh terhadap anak, maka dilanjutkan dengan mengenalkan kepada mereka mengenai sifat dan kekuasaan Allah SWT. dilanjutkan dengan perintah untuk senantiasa menjalankan sholat sesuai dengan ketentuan-ketentuannya. Setelah itu, Allah SWT memerintahkan agar senantiasa menyeru kepada manusia agar selalu mengerjakan kebaikan, baik itu berupa ucapan maupun perbuatan, serta diiringi sifat sabar serta konsisten dalam menjalankan amr ma’ruf nahy munkar dikarenakan banyaknya cobaan dan rintangan yang akan datang menghadang.







F.     Daftar Pustaka
Latipun. 2011. Psikologi Konseling. Malang: UMM Press.
Hasan, Tholchah, M. 2008. Dinamika kehidupan Religius. Jakarta: PT Listafariska Putra.
Mazhahiri, Husain. 2002. Pintar Mendidik Anak.  Jakarta: PT. Lentera Basritama.
Mashudi, Farid. 2012. Psikologi Konseling. Jogjakarta: IRCiSoD
Ramadhani, Savitri. 2008. The Art Of Positive Communicating; Mengasah Potensi dan Kepribadian Positif Pada Anak Melalui Komunikasi Positif . Yogyakarta: Bookmarks.
Luddin, Bakar, Abu, M. 2010. Dasar-dasar Konseling ; Tinjauan Teori dan Praktek. Bandung : PT. Ciptapustaka media perintis.
Departemen Agama RI. 2009. AlQur’an dan Tafsirnya.. Jakarta: Lembaga Percetakan Al Qur’an Departemen Agama.
http://muhsinabdulaziz.blogspot.com/2011/05/pembinaan-keluarga-tafsir-surah-luqman.html


[1] Drs. Abu Bakar M. Luddin, M. Pd., Ph. D, Dasar-dasar Konseling ; Tinjauan Teori dan Praktek, ( Bandung : PT. Ciptapustaka media perintis, 2010) . hal. 31-32
[2] Farid Mashudi, Psikologi Konseling (Jogjakarta: IRCiSoD, 2012). Hal. 241
[3] Istilah skizofrenia berasal dari kata schizos : pecah belah dan phren: jiwa. Skizofrenia menjelaskan mengenai suatu gangguan jiwa dimana penderita mengalami perpecahan jiwa adanya keretakan atau disharmoni antara proses berfikir, perasaan dan perbuatan, Kraepelin seorang ahli kedokteran jiwa dari kota Munich memaparkan skizofrenia sebagai bentuk kemunduran intelegensi sebelum waktunya yang dinamakannya demensia prekox (demensia : kemunduran intelegensi) prekox (muda, sebelum waktunya).
[4] Savitri ramadhani, The Art Of Positive Communicating; Mengasah Potensi dan kepribadian Positif pada anak melalui komunikasi Positif (Yogyakarta: Bookmarks, 2008), hal. 27
[5] Shahib bin Ubbad adalah Abul qasim Ismail bin Abul Hasan bin Ubbad bin al-Abbas, lahir di sebuah daerah persia di Ustukhar atau taligan, pada tanggal 16 Dzulqaidah 326 H. Ia mempelajari ilmu dan adab dari ayahnya, dan terkenal sebagai pengelola urusan-urusan keilmuan, adab, dan periwayatan hadis. Ia bekata, “Siapa yang tidak menulis hadis, maka ia belum menemukan manisnya Islam.”
Ia terkenal dengan kedermawanannya dan kemurahan hatinya, hingga diriwayatkan, bahwa setiap tahun ia mengirim ke baghdad 5000 dinar yang dibagikan kepada para fukaha dan sastrawan. Seorang pun tidak masuk kedalam rumahnya pada bulan Ramadan, lalu keluar dari rumahnya melainkan setelah berbuka puasa, dan pada setiap malamnya seribu orang berbuka puasa ditempat tinggalnya.
Ia wafat pada tahun 385 H di kota ray dan dimakamkan di Isfahan, Iran. Tentang Biografinya silakan merujuk dua ensiklopedia al-A’lam oleh az-Zarkuli, dan al-Gadir oleh al-Amini – Penerjemah.
[6] Husain Mazhahiri, Pintar Mendidik Anak (Jakarta: PT. Lentera Basritama, 2002), hal xxiv-xxvi
[7] Latipun, Psikologi Konseling (Malang: UMM Press, 2011), hal. 140-141
[8] Muhammad Tholchah hasan, Dinamikia Kehidupan Religius (Jakarta: Listafariska Putra, 2008). Hal. 84
[9] http://muhsinabdulaziz.blogspot.com/2011/05/pembinaan-keluarga-tafsir-surah-luqman.html

0 komentar:

Post a Comment

Tafakkur

Search results

TERIMAKASIH TELAH MENGUNJUNGI BLOG KAMI - INGAT!!! SHALAT DI MASJID ITU KEREN - SEMOGA BERMANFAAT !!!