ASSALAMUALAIKUM... SELAMAT DATANG DI BLOG IKRAMUL WATHAN - DAKWAH ADALAH JALAN HIDUP - SHALAT BERJAMAAH DI MASJID ITU KEREN !!! TERIMAKASIH TELAH MENGUNJUNGI BLOG KAMI

Thursday 8 November 2012

SEJARAH PSIKOLOGI KEPRIBADIAN DAN KONSEP KEPRIBADIAN

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar belakang
Kita sering mendengar kalimat simbolik “dalamnya laut dapat diduga, dalamnya hati siapa yang tau?” kalimat tersebut dapat menggambarkan bahwa: (1) hati bukanlah seperti barang fisik (laut) yang dapat diukur tiga dimensi, panjang, lebar, dan tinggi. (2) hati sebuah kata yang merepresentasikan non-materi, yang tidak dapat diketahui oleh seorangpun, pengetahuan tentangnya seolah seperti mustahil. (3) adanya keterbatasan manusia untuk mengetahui realitas “hati”. Suatu kali hati dapat dipahami secara terang benderang tetapi tiba-tiba ttidak dapat dipahami. Hati memancarkan multiwajah, multipenapakan dan multitafsir. Meskipun tampak diketahui tetapi tetap tidak diketahui. Mungkin seseorang tampak tertawa tetapi hatinya menangis. (4) Hati seakan mewakili totalitas diri manusia. Manusia seakan fokus pada persoalan hati, persepektif sempit ini digambarkan dengan istilah seperti Manajemen Qolbu,ataupun sejenisnya. Perspektif tersebut tetap saja diakui kehebatanya karean ia  membidik persoalan yang penuh rahasia, yaitu lautan hati.

B.     Manfaat mempelajari Psikologi Kepribadian

Di antara maanfaat dari makalah ini adalah:
1.      Sebagai bahan acuan dalam proses pembebtukan keperibadian yang utuh dan moderen.
2.      Memperkaya kreatifitas dalam memperdalam pengetahuan, supaya di kedepan harinya dapat memberikan konstribusi bagi umat.
3.      Mengenal dan konsep dan pengertian kepribadian.



BAB II
SEJARAH PSIKOLOGI KEPRIBADIAN
DAN KONSEP KEPRIBADIAN
A.    Sejarah Psikologi Kepribadian

Istilah psikologi kepribadian sendiri dalam khasanah pemikiran barat merujuk kepada literatur mitologi yunani kuno. Para pemain kawakan selalu memakai  topeng ketika memerankan seorang tokoh dalam suatu drama untuk membedakan tokoh satu dari lainnya. Saat itu belum dikenal teknik make up model sekarang, maka penggunaan topeng adalah alternatif kreatif pada zaman itu.
Tujuan pemakaian topeng selain untuk menyembunyikan identitas, juga untuk keleluasan dalam memerankan sosok pribadi lain. Teknik drama ini kemudian diambil alih oleh bangsa Roma dengan istilah personality. Bagi bangsa Roma, persona semula diartikan dengan “bagaimana seseorang tampak pada orang lain tetapi bukan pribadi yang sesungguhnya.” Para aktor berusaha menciptakan dalam pikiran penonton suatu kesan (impression) dari tokoh yang diperankan diatas panggung, bukan kesan dari dari pribadi aktor sendiri.
Berdasarkan pemahaman ini maka maksud personality bukanlah suatu atribut yang pasti dan spesifik, melainkan suatu kualitas perilaku total seseorang yang tampil dalam konteks sosial. Istilah personality kemudian dipakai untuk menamakan para aktor sendiri, bukan pribadi orang lain yang diperankan. Yang tadinya sekedar topeng ternyata menjadi ikon  atau nama beken pemerannya.
Sejak lairnya ilmu psikolgi pada akhir abad 18, kepribadian selalu menjadi salah satu topik bahasan yang penting. Psikologi lahir sebagai ilmu yang berusaha memahami manusia seutuhnya, yang hanya dapat dilakukan melalui pemahaman tentang kepribadian.
a.    Usaha-usaha yang Masih Bersifat Prailmiah.
1)      Chirologi atau ilmu gurat-gurat tangan (Jawa: rajah)
Dasar pikiran daripada pengetahuan ini ialah kenyataan bahwa gurat-gurat tangan orang itu tidak ada yang sama satu sama lain, macamnya adalah sebanyak orangnya.[1]
2)      Astrologi atau ilmu perbintangan
Dasar pikiran daripada pengetahuan ini ialah adanya pengaruh kosmis terhadap manusia. Pada waktu seseorang dilahirkan, dia ada dalam posisi tertentu terhadap benda-benda angkasa; jika sekirannya kita dapat mengenal perbedaan-perbedaan mengenai soal-soal ini dia juga akan dapat mengenal perbedaan-perbedaan serta sifat-sifat khas orangnya; tetapi biasanya usaha yang dilakukan orang tidak sejauh itu, dan orang-orang yang lebih kemudian secara tradisional meniru saja yang dikatakan oleh orang sebelumnya, padahal reliabilitas dan validitas prinsip-prinsip yang telah ada belum diuji.
3)      Grafologi atau Ilmu tentang tulisan tangan
Dasar pikiran grafologi itu ialah demikian: segala gerakan yang dilakukan oleh manusia itu merupakan ekspresi dari pada kehidupan jiwanya; jadi juga gerakan menulis – dan selanjutnya tulisan sebagai hasil gerakan menulis itu – merupakan bentuk ekspresi kehidupan jiwa.
4)      Physiognomi atau ilmu tentang wajah
Pengetahuan ini berusaha memahami kepribadian atas dasar keadaan wajahnya. Dasar pikiran untuk mengusahakan pengetahuan ini ialah keyakinan bahwa ada hubungan antara keadaan wajah dan kepribadian. Hal-hal yang tampak pada wajah dapat dipergunakan untuk membuat interpretasi mengenai apa yang terkandung dalam jiwa.
5)      Phrenology atau ilmu tentang tengkorak
Pengetahuan ini bermaksud memahami kepribadian atas dasar keadaan tengkoraknya. Dasar pikiran ini ialah bahwa tiap-tiap fungsi atau kecakapan itu masing-masing mempunyai pusatnya diotak.
6)      Onychologi atau ilmu tentang kuku
Onychologi berusaha memahami  kepribadian seseorang atas dasar keadaan kuku-kukunya. Kuku di ujung jari itu mempunyai hubungan yang erat dengan susunan syaraf, dengan cabang-cabangnya yang terhalus berujung dipucuk-pucuk jari. Warna serta bentuk kuku dapat dipakai sebagai landasan untuk mengenal kepribadian orangnya.
b.   Usaha-usaha yang lebih Tinggi Nilainya.
1)   Pendapat Hippocrates, mengatakan bahwa dalam diri seseorang terdapat empat macam sifat tersebut yang didukung oleh keadaan yang berupa cairan-cairan yang ada dalam tubuh orang itu[2], yaitu:
a)      Sifat kering terdapat dalam chole (empedu kuning),
b)      Sifat basah terdapat dalam melanchole (empedu hitam),
c)      Sifat dingin terdapat dalam phlegm (lender), dan
d)     Sifat panas terdapat dalam sagius (darah).
Keempat cairan tersebut ada dalam tubuh dalam propersi tertentu. Apabila cairan-cairan tersbut adanya dalam tubuh dalam propersi selaras (normal) orangnya normal (sehat), apabila keselarasan propersi tersebut terganggu maka orangnya menyimpangdari keadaan normal (sakit).
2)   Pendapat Galenus, menyempurnakan ajaran Hippocrates tersebut, dan membeda-bedakan kepribadian manusia atas dasar keadaan proporsi campuran cairan-cairan tersebut. Galenus sependapat dengan Hippocrates, bahwa di dalam tubuh manusia terdapat empat macam cairan yaitu: (1) chole, (2) melanchole, (3) phlegm, (4) sanguis, dan bahwa cairan-cairan tersebut adanya didalam tubuh manusia secara teori dalam proporsi tertentu. Kalau suatu cairan adanya dalam tubuh itu melebihi proporsi yang seharusnya (jadi: dominant) maka akan mengakibatkan adanya sifat-sifat kejiwaan yanh khas.

Pembahasan seputar kepribadian dalam persepektif psikologi barat yang liberal memang telah beragam tetapi tidak beragama. Hal ini dapat dimaklumi karena filsafat, paradigma, dan epistimologi yang mendasarinya memang dibangun oleh para schooler yang kebetulan juga sekuler. Rumusan-rumusan kepribadiannya terkesan canggih tetapi terjadi pembonsaian manusia menjadi manusia yang berputar diseputar istilah sapiens, homo faber, homo laquens, homo economicus, homo socialicus, zoo politicon, homo religiousus, homo creator, homo delegans, homo legatus, dan istilah sejenisnya.
Psikologi kepribadian (psychology of personality) termasuk kajian klasik dalam bidang psikologi. Bahkan semua pembahasan psikologi selalu diawali dari konsep kepribadian. Baik berupa teori kepribadian, maupun yang lebih dini yaitu filsafat kepribadian.

B.     Pengertian Psikologi kepribadian
Secara Etimologi Psikologi berasal dari dua kata psyche yang dalam bahasa yunani berarti “jiwa” dan kata logos yang dapat diterjemahkan dengan kata “ilmu”.[3]  Jadi Psikologi artinya ilmu yang mempelajari tentang jiwa, baik mengenai macam-macam gejalanya, prosesnya maupun latar belakangnya. Dengan singkat disebut ilmu jiwa.
Berbicara tentang jiwa, terlebih dahulu kita harus dapat membedakan antara nyawa dan jiwa. Nyawa adalah daya jasmaniah yang adanya tergantung pada hidup jasmani dan menimbulkan badaniah organik behavior, yaitu perbuatan yang ditimbulkan oleh proses belajar. Sedangkan jiwa adalah daya hidup rihaniah yang bersifat abstrak, yang menjadi penggerak dan pengatur bagi sekalian perbuatan-perbuatan pribadi (personal behavior) dari hewan tingkat tinggi dan manusia.
Sehingga pengertian psikologi dapat disimpulkan sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari semua tingkah laku dan perbuatan individu, dalam mana individu tersebut tidak dapat dilepaskan dari lingkungannya.
Kepribadian merupakan sesuatu hal yang takbisa hilang dalam diri seseorang, kepribadian inilah yang menjadi ciri khas. Manusia melaksanakan perbuatannya untuk memenuhi naluri-naluri dan kebutuan-kebutuhan jasmaninya. Kumpulan perbuatan-perbuatan tersebut adalah tingkah laku manusia. Tingkah laku ini tergantung pada pemahaman-pemahaman (mafahim) manusia tentang segala sesuatu (asyya’), akitivitas dan kehidupan. Tingkah lakulah yang menunjukan kepribadian manusia.
Kepribadian adalah metode berfikir manusia terhadap realita. Kepribadian juga merupakan kecendrungan-kecendrungan manusia terhadap realita[4].
Dan dengan arti yang lain, kepribadian manusia adalah pola pikir (‘aqliyah) dan pola jiwa (an-nafsiyah) nya.
Kepribadian adalah bagian dari jiwa yang membangun keberadaaan manusia menjadi satu kesatuan, tidak terpecah-pecah dalam fungsi –fungsi. Memahami kepribadian berarti memahami aku, diri, self, atau memahmi diri manusia seutuhnya.[5]
Istilah Kepribadian sering digunakan untuk menerjemahkan kata syakshsiyah ataupun personality.
a.      Huwiyah dan Iniyah
Huwiyah berasal dari dari kata huwa (kata ganti orang ketiga tunggal) yang berarti “dia.” Kata Huwiyah disalin kedalam bahasa inggris dengan term “identity atau personality”. Kata identity (identitas) menunjukan maksud al-fardiyah (individuality). Identitas adalah diri atau aku-nya individu, kepribadian, atau suatu kondisi kesamaan dalam sifat-sifat karakteristik yang pokok. Sedang individuality adalah segala sesuatu yang membedakan individu dengan individu yang lain, kualitas unik individual, dan integritas dari sifat-sifat individu.
Al-Farabi, seorang filsuf muslim, mengenukakan bahwa huwiyah berati eksistensi individu yang menunjukan keadaan, kepribadian dan keunikannya yang dapat membedakan indvidu tersebut dengan individu yang lain. Sedangkan Amatullah Armstrong mendefinisikan huwiyah dengan arti ke-Dia-an. Ini adalah hakekat gaib, aspek batin dari keesaan abstrak (al-Ahadiyah).
Namun pada definisi diatas tampak bahwa istilah huwiyah menurut Al-Farabi dan Amatullah Amstrong ternyata berbeda perngertiannya dengan terminologi psikologi atau filsafat. Hal itu disebabkan kata huwa dalam psikologi dan filsafat dinisbatkan pada manusia, yang berarti ke-Dia-an manusia.
Yusuf Murad menyebut dua istilah yang terkait dengan kepribadian. Pertama, istilah asy-syakhsiyah al-Iniyah dan asy-syakhsiyah az-Zatiyah untuk mendeskripsikan kepribadian yang tampak dari perspektif diri sendiri. Kedua, istilah asy-syakhsiyah al-Maudu’iyah atau asy-syakhsiyah al-Khalq untuk mendeskrifiskan kepribadian yang tampak dari perspektif orang lain, sebab kepribadian individu menjadi objek (maudu’) penggambaran. Istilah pertama dapat dipadankan pada iniyah, sedang istilah kedua dipadankan pada huwiyah.
b.      Zatiyah
Term Zat lazimnya dipakai oleh teolog (mutakallimin) untuk menunjukan Zat Allah yang sunyi dari segala sifat.[6] Term zat kemudian dipergunakan untuk menunjukan substansi sesuatu, baik substansi yang berupa pribadi (syakhs) maupun bukan. Batu, air, tanah, dan udara memiliki substansi. Tumbuhan dan hewan memiliki substansi. Malaikat dan syetan jugamemiliki substansi. Demikian dengan manusia memiliki substansi. Meskipun semua memiliki substansi, namun hnaya manusia yang memiliki pribadi  (sakhs) yang dinamik, karena pribadi inilah maka kekhalifahan dilimpahkan kepadanya.
Zatiyah secara bahasa memiliki arti identity, personality, dan subjectivity. Dalam terminologi psikologi, zatiyah memiliki arti “tendensi (muyul) individu pada dirinya  yang berasal dari substansinya sendiri.
c.       Nafsiyah
Term nafsiyah berasal dari kata nafs yang berarti pribadi atau kepribadian. Orang arab sering menyesali dirinya dengan sebutan nafsiy (oh, diriku atau oh, pribadiku). Syafi’i menerjemahkan kata nafs sebagai “....personality, self, or level of personality develomental”[7] (kepribadian, diri pribadi, atau tingkah suatu perkembangan kepribadian
Trem nafsiyah lebih banyak dipakai dalam leksikologi Al-Quran dan Sunnah  dan satupun al-Qur’an menyebut term syakhsiyah. Berdasarkan stusi al-Qur’an ini, maka term nafsiyah lebih memungkinkan dijadikan padanan term personality.  Hanya saja term nafs memiliki multimakna. Istilah nafs, dengan menggunakan pendekatan makna nasabi,[8] dapat berarti nyawa (al-hayah), hawa nafsu (al-hawa), daya konasi yang memiliki sifat gadab (defense) dan syahwah (appetite); dan struktur kepribadian yang terdiri atas gabungan antara jasmani dan ruhani, atau juga kepribadian.
d.      Akhlaq
Term lain yang tiada kalah populernya adalah term akhlaq[9](bentuk jamak dari kata khuluq). Secara etimologis, akhlaq berarti character, disposition dan moral constitution. Al-Gazali berpendapat bahwa manusia memiliki citra lahiriah yang disebut dengan khalq, dan citra batiniah yang disebut khulq.
Al-Gazali lebih lanjut menjelaskan bahwa khulq adalah “suatu kondisi (hai’ah) dalam jiwa (nafs) yang suci (rasikhah), dan dari kondisi itu tumbuh suatu aktivitas yang mudah dan gampang tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan terlebih dahulu.” Sedangkan Al-Jurjawiy mengemukakan bahwa akhlak itu hanya mencakup kondisi batiniah (inner), bukan kondisi lahiriah. Misalnya, orang yang memiliki karakter  pelit bisa juga ia banyak mengeluarkan uangnya untuk kepentingan riya’, boros, dan sombong. Sebaliknya orang yang berkarakter dermawan bisa jadi ia menahan mengeluarkan uangnya demi kebaikan dan kemaslahatan.
Term “akhlaq” muncul bersamaan dengan munculnya Islam. Nabi Muhammmad saw diutus didunia untuk menyempurnakan atau memperbaiki kepribadian umatnya. Sabda beliau:
بعثت لا تمم حسن الا خلا ق
“Aku di utus untuk menyempurnakan akhlaq yang baik.” (HR. Malik bin Anas dari Anas bin Malik).

C.    Konsep Kepribadian
Berbicara masalah tentang konsep kepribadian dalam psikologi, ada dua hal yang sangat perlu kita ketahui, yaitu konsep kepribadian dalam pandangan orang barat dan konsep kepribadian dalam pandangan kaum muslim.

a.      Konsep Kepribadian (Barat)
Teori Kepribadian Sigmun Freud
Teori psikologi Freud didasari pada keyakinan bahwa dalam diri manusia terdapat suatu energi psikis yang sangat dinamis. Energi psikis inilah yang mendorong individu untuk bertingkah laku. Menurut psikoanalisis, energi psikis itu berasumsi pada fungsi psikis yang berbeda yaitu: Id, Ego dan Super Ego.
Id merupakan bagian palung primitif dalam kepribadian, dan dari sinilah nanti ego dan Super Ego berkembang. Dorongan dalam Id selalu ingin dipuaskan dan menghindari yang tidak menyenangkan.
Ego merupakan bagian “eksekutif” dari kepribadian, ia berfungsi secara rasional berdasakan prinsip kenyataan. Berusaha memenuhi kebutuhan Id secara realistis,yaitu  dimana Ego berfungsi untuk menyaring dorongan-dorongan yang ingin dipuaskan oleh Id berdasarkan kenyataan.
Super Ego merupakan gambaran internalisasi nilai moral masyarakat yang diajarkan orang tua dan lingkungan seseorang. Pada dasarnya Super Ego merupakan hati nurani seseorang dimana berfungsi sebagai penilai apakah sesuatu itu benar atau salah. Karena itu Super Ego berorientasi pada kesempurnaan.
Menurut Freud fase-fase perkembangan individu didorong oleh energi psikis yang disebut libido. Libido insting kehidupan yang bersifat seksual yang ada sejak manusia lahir. Ada 6 fase yang membagi perkembangan manusia menurut Freud:
1.      Fase oral (0-1 tahun) : Disini anak mendapatkan kenikmatan dan kepuasan dengan berorientasi pada mulut. Kontak sosial lebih bersifat fisik seperti menyusui. Peran sosial biasanya dipegang oleh ibu.
2.      Fase anal (1–3 tahun) : Pada fase ini kenikmatan berpusat didaerah anus, seperti saat buang air besar. Inilah saat untuk mengajarkan disiplin pada anak.
3.      Fase falik (3–5 tahun) : Pusat kepuasan pada fase ini adalah alat kelamin. Anak mulai tertarik pada perbedaan anatomis laki-laki dan perempuan, dan biasanya difigurkan oleh ayah dan ibu. Pada anak laki-laki terjadi Oedipus Kompleks atau gairah seksual.
4.      Peride laten (5–12 tahun) : Meupakan masa tenang dimana anak mulai mengembangkan kemampuan motorik dan kognitifnya. Anak mulai mencoba menekan rasa takut dan cemas. Anak mulai mencari fugur ideal saat ia dewasa, homoseksual alami mulai bisa terlihat pada masa ini.
5.      Fase genital ( > 12 tahun ) : Tahap kematangan pada alat reproduksi, pusat kepuasaan berada di daerah kelamin. Disini libido mulai diarahkan untuk hubungan heteroseksual. Dan mulai merasakan cinta kepada lawan jenis.
Teori Kepribadian Erik Erikson
Teori Erikson ini mendasarkan teori pada libido. Maka dari itu teori ini sangat dipengaruhi oleh psikoanalisa Freud. Disini yang dikembangkan adalah konflik yang terjadi di dalam perkembangan seseorang. Konflik yang timbul ini akan menimbulkan krisis. Sedangkan apabila krisis yang erjadi terselesaikan, maka akan mempengaruhi perkembangan individu. Menurut Erikson krisis disini bukanlah suatu yang buruk, tetapi merupakan titik tolak perkembangan psikososial Erikson dibagi menjadi delapan tahap:
1.      Basic Trust vs Bsic Mistrust (Kepercayaan Dasar Vs Kecurigaan Dasar) -0-1th
Kebutuhan akan rasa aman dan ketidakberdayaan menyebabkan konflik yang dialami oleh anak dalam tahap ini adalah kepercayaan. Bila rasa aman terpenuhi, maka akan berkembang pula kepercayaan nya pada lingkungan. Dan sebaliknya bila terganggu dengan lingkungan, maka akan sulit untuk mengembangkan kepercayaan.ibu memegang peranan penting pada masa ini.
2.      Autonomy vs Shame & Doubt (Otonomi Vs Perasaan Malu  dan Keragun-raguan) -2-3th
Pada masa ini organ dan fungsi tubuh sudah mulai masak dan terkoordinasi, anak dapat melakukan gerakan secara lebih bervariasi. Dan karena itu konflik yang dihadapi pada masa ini lebih kepada pengakuan, pujian untuk mengembangkan percaya diri. Kedua orang tua memegang peranan penting pada masa ini.
3.      Initiative vs Guilt (Inisiatif  Vs Kesalahan) – 3-6th
Disini anak sudah mulai berinisiatif atau memm=iliki perasaan bebas untuk melakukan sesuatu . Tapi bila dia mengembangkan keraguan sebelumnya, maka yang akan berkemban malah rasa bersalahnya.
4.      Industry vs Inferiority (Kerajinan Vs Inferioritas) -6-11th
Anak mulai dapat berfikir logis dan sudah mulai bersekolah.konflik yang dihadapi pada masa ini adalah perasaan sebagai seorang yang mampu atau perasaan rendah diri.bila  ia mengembangkan kemampuannya maka akan berkembang pula gairah untuk lebih produktif.
5.      Identity vs Role Confusion (Identitas Vs Kekacauan Identitas) – mulai 12 th
Anak lebih dihadapkan pada tutuntan untuk lebih mengenal dirinya diamana dia sudah mulai harus memikirkan masa depannya. Konflik yang dihiadapi adalah perasaan menemukan jati dirinya atau malah kekaburan diri.
6.      Intimacy vs Isolation (Keintiman Vs Isolasi)
Individu sudah mulai mencari pasangan hidup. Konflik yang dihadapi pada masa ini tentunya  adalah kesiapan untuk berhubungn dengan orang lain. Seseorang yang telah melewati tahap ini akan mendapatkan perasaan kemesraan dan keintiman.
7.      Generativity vs Self-absorbtion (Generativitas Vs Stagnasi)
Konflik atau krisis yang dihadapi adalah dimana muncul perasaan tuntuan untuk membantu orang lain diluar keluarganya, sperti masyarakat umum . disini pengalaman yang dapatmempengaruhi kemampuannya untuk bebrbuat sesuatu di masyarakat.
8.      Ego Integrity vs  Despair (Integritas Vs Keputusasaan)
Pada masa ini seseoarang akan mulai menengok masa lalu. Prestasi dan segala sesuatu yang didapat dimasa lalu akan menghasilkan kepuasan. Dan apabila apa yang diraih pada masa lalu tidak sesuai dengan yang diharapkan, maka akan menimbulkan rasa kecewa.



b.      Konsep kepribadian (Islam)
1.      Pola pikir (al-‘Aqliyah)
Allah swt berfirman :
 !$tBur ãNä39s?#uä ãAqߧ9$# çnräãsù $tBur öNä39pktX çm÷Ytã (#qßgtFR$$sù 
“Apa saja yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah.”(QS. Al-Hasyr 59: 7)
‘Aqliyah (pola pikir) adalah metode (kayfiyah) seseorang memahami seseuatu atau memikirkan sesuatu didasarkan pada asas tertentu. Atau dimana metode manusia mengikat realita dengan informasi-informasi itu kepada satu kaidah atau kaidah-kaidah tertentu.
Para sahabat Nabi semuanya memiliki ‘aqliyah islamiyah sebagai pembeda, dengannya mereka memahami realita dari sudut pandang islam. Kaidah mendasar yang manusia menjadikannya standar untuk menghukumi terhadap realita adalah yang membatasi jenis pola pikir. Maka manusia yang berpikir tentang realita dari sudut pandang islam, ia memiliki pola pikir islam. Manusia yang memahami realita dari sudut pandang kapitalisme berarti ia memiliki pola pikir kapitalis. Manusia yang memahami realita dari sudut pandang komunis, berarti ia memiliki pola pikir komunis, dsb.
Pola pikir adalah (‘aqliyah) adalah metode manusia dalam mengikat dorongan-dorongan pemenuhan dengan pemahaman-pemahaman (mafahim). Pemahaman ini dikembalikan kepada pemikiran-pemikiran khas yang memancar dar sudut pandang yang khas atau yang tidak kahas tentang kehidupan.

2.      Pola Jiwa (an-Nafsiyah)
Rasulullah Bersabda:
لايؤمن احد كم حتى يكو ن هواه تبعا لما جئت به
“Seseorang dari kalian tidak akan benar-benar beriman sebelum hawa nafsunya mengikuti apa-apa yang aku bawa.”
pola jiwa (an-nafsiyah) adalah sesuatu yang menjadikan manusia terdorong melaksanakan aktifitas atau berpaling dari pelaksanaan aktivitas. Maka pola jiwa adalah sesuatu yang menjadi pemutus bagi dorongan-dorongan naluri-naluri dan kebutuhan-kebutuhan jasmani.
Sebelum arak (khamr) diharamkan seorang muslim menyempatkan diri utnuk meminumnya karena pemahamannya tentang arak adalah bahwa arak itu mubah. Kemudian setelah turun firman Allah:
$yJ¯RÎ) ߃̍ムß`»sÜø¤±9$# br& yìÏ%qムãNä3uZ÷t/ nourºyyèø9$# uä!$ŸÒøót7ø9$#ur Îû ̍÷Ksƒø:$# ÎŽÅ£÷yJø9$#ur öNä.£ÝÁtƒur `tã  Ìø.ÏŒ «!$# Ç`tãur Ío4qn=¢Á9$# ( ö@ygsù LäêRr& tbqåktJZB ÇÒÊÈ
Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; Maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu).”(QS. Al-Maidah 5: 91)
Ketika mendengar ayat ini mereka berkata: “kami benar-benar berhenti.”mereka menuju arak-arak yang dimilikinya lalu menerka menupahkan semunanya di jalan-jalan madinah. Setelah itu mereka menjadi berpaling dari minum arak.
Jadi mengubah pemahaman tentang khamer itu telah mengubah kecendrungan pada khamr. Dan kecendrungan yang baru sebagai buah dari mengikat dorongan-dorongan pemahaman adalah pola jiwa.











BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Istilah psikologi kepribadian sendiri dalam khasanah pemikiran barat merujuk kepada literatur mitologi yunani kuno. Para pemain kawakan selalu memakai  topeng ketika memerankan seorang tokoh dalam suatu drama untuk membedakan tokoh satu dari lainnya. Saat itu belum dikenal teknik make up model sekarang, maka penggunaan topeng adalah alternatif kreatif pada zaman itu.
Secara Etimologi Psikologi berasal dari dua kata psyche yang dalam bahasa yunani berarti “jiwa” dan kata logos yang dapat diterjemahkan dengan kata “ilmu”. Jadi Psikologi artinya ilmu yang mempelajari tentang jiwa, baik mengenai macam-macam gejalanya, prosesnya maupun latar belakangnya. Dengan singkat disebut ilmu jiwa.
Kepribadian merupakan sesuatu hal yang takbisa hilang dalam diri seseorang, kepribadian inilah yang menjadi ciri khas. Manusia melaksanakan perbuatannya untuk memenuhi naluri-naluri dan kebutuan-kebutuhan jasmaninya. Kumpulan perbuatan-perbuatan tersebut adalah tingkah laku manusia. Tingkah laku ini tergantung pada pemahaman-pemahaman (mafahim) manusia tentang segala sesuatu (asyya’), akitivitas dan kehidupan. Tingkah lakulah yang menunjukan kepribadian manusia.
Kepribadian adalah metode berfikir manusia terhadap realita. Kepribadian juga merupakan kecendrungan-kecendrungan manusia terhadap realita.
Dan dengan arti yang lain, kepribadian manusia adalah pola pikir (‘aqliyah) dan pola jiwa (an-nafsiyah) nya.
Kepribadian adalah bagian dari jiwa yang membangun keberadaaan manusia menjadi satu kesatuan, tidak terpecah-pecah dalam fungsi –fungsi. Memahami kepribadian berarti memahami aku, diri, self, atau memahmi diri manusia seutuhnya.
Istilah Kepribadian sering digunakan untuk menerjemahkan kata syakshsiyah ataupun personality.
Usaha-usaha yang Masih Bersifat Prailmiah :Chirologi atau ilmu gurat-gurat tangan (Jawa: rajah), Astrologi atau ilmu perbintangan, Grafologi atau Ilmu tentang tulisan tangan, Physiognomi atau ilmu tentang wajah, Phrenology atau ilmu tentang tengkorak, Onychologi atau ilmu tentang kuku. Dan adapun Usaha-usaha yang lebih Tinggi Nilainya antara lain : Pendapat Hippocrates, mengatakan bahwa dalam diri seseorang terdapat empat macam sifat tersebut yang didukung oleh keadaan yang berupa cairan-cairan yang ada dalam tubuh orang itu. Dan Pendapat Galenus, menyempurnakan ajaran Hippocrates tersebut, dan membeda-bedakan kepribadian manusia atas dasar keadaan proporsi campuran cairan-cairan tersebut
B.     Saran-Saran Diskusi
Dari uraian sikat dimuka, terjadi berbagai macam pendapat tentang bagaimana sebuah konsep kepribadian , baik itu pendapat dari persfektif orang Barat ataupun orang Islam. Yang menurut kami semuanya benar tidak ada yang salah, karena pendapat orang barat dan Islam tidak jauh berbeda atau saya katakan sama. Tentu ketika kita berbicara masalah teori ataupun konsep kepribadian tidak luput dari kelemahan, baik berupa bagaimana cara dia memandang kepribadian dan bagaiman membentuk sebuah kepribadian. Tapi kami tidak akan memperpanjang lebah kelebihan ataupun kekurangan dari uraian singkat ini. Kami hanya berpendapat bahwa semua konsep teori kepribadian dari dua versi tersebut sama-sama benar dan tergantung kita, sejauhmana kita memahami tentang kepribadian itu.
Oleh sebab itu, perbedaan merupakan Rahmat dari sang Pencita dan mari kita satukan persepsi. Dengan begitu kita akan tumbuh menjadi sosok pribadi yang tangguh. Mungkin kami tidak ingin mengartikan ini sebagai sebuah kritikan ataupun saran, tapi kami ingin saling mengingatkan tentang sebuah kebaikan dan tujuan hidup.
















DAFTAR PUSTAKA

Hendro, P., Riyanti, D, B, P. 1998. Seri diktat kuliah psikologi umum 2. Depok: Universitas Gunadarma.
Hendro, P., Riyanti, D., Puspitawati.  1996. Seri Diktat Kuliah Psikologi Umum I. Jakarta. Gunadarma.

Purwanto, Y. 2007. Psikologi Kepribadian (Integritas nafsiyah dan ‘Aqliyah) Perspektif Psikologi Islam. Bandung: Refika Aditama.

Gerungan, W.A. 2009. Psikologi sosial.Bandung: Refika Aditama

Alwisol. 2010 .psikologi kepribadian.malang: UMM Press.

Subandi. 1994. Psikologi islam dan sufisme. Jogjakarta:Sipress.



[1] [1] Drs. Sumadi Suryabrata, B.A., M.A., Ed.S., Ph.D. Psikologi Kepribadian, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007)  hal 6-11
[2] Terpengaruh oleh kosmologi Empedokles, yang menganggap bahwa alam semesta beserta isinya tersusun dari empat unsur dasar yaitu: tanah, air, udara dan api. Dengan sifat-sifat yang didukungnya yaitu: kering, basah, dingin dan panas.
[3] Dr. W.A. Gerungan, Dipl. Psych, Psikologi sosial, (Bandung: PT Refika Aditama, 2009)  hal 1
[4] Yadi Purwanto, Psikologi Keperibadian: Integritas Nafsiyah dan ‘Aqliyah Perspektif Psikologi Islam, (Bandung: PT Refika Aditama, September 2007)  hal 254
[5] Alwisol, psikologi kepribadian,(malang: UMM Press, februari 2010) hal 1
[6] Aliran Teolog yang meniadakan sifat (nafy as-sifat) Allah adalah aliran Mu’tazilah. Menurut kaum Mu’tazilah, jika Allah itu berzat dan bersifat. Berarti Dia tidak Esa, karena Zat-Nya kekal dan Sifat-Nya pun juga kekal, sehingga terjadi banyak kekekalan (ta’addud qudama) pada-Nya, yaitu kekekalan zat dan kekekalan beberapa  sifat. Allah Mengetahui, Berkuasa, Beriradah dsb, dengan zat-Nya bukan dengan sifat-Nya Allah ‘alim (Maha Mengetahui) dengan zat-Nya, bukan dengan Sifat-Nya.
[7] Subandi, psikologi islam dan sufisme, dalam Fuad Nashori (editor), membangun paradigma psikologi islam, Jogjakarta,Sipress, 1994, hal 94.
[8] Makna  nasabi adalah makna diperoleh dari korelasi antara kata itu dengan konteks kalimat. Makna nasabi boleh jadi berbeda dengan makna lugawi (etimologi) maupun istilahi (terminologi). Sebagai  contoh, ada dua orang perokok bermain catur. Salah satu pionnya hilang, kenudian ia mengambil putung rokoknya untuk dijadikan pengganti pion yang hilang. Ketika putng rokok itu menempati tempatnya pion, maka kkia tidak lagi disebut putung rokok melainkan pion catur yang mempunyai fungsi tersendiri.
[9] Dalam wacana psikologi, kata akhlaq memiliki ekuivalensi dengan kata karakter. Ilmu akhlaq sama artinya dengan karakterogi islam.

0 komentar:

Post a Comment

Tafakkur

Search results

TERIMAKASIH TELAH MENGUNJUNGI BLOG KAMI - INGAT!!! SHALAT DI MASJID ITU KEREN - SEMOGA BERMANFAAT !!!