BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang
Kita sering mendengar kalimat simbolik “dalamnya laut
dapat diduga, dalamnya hati siapa yang tau?” kalimat tersebut dapat
menggambarkan bahwa: (1) hati bukanlah seperti barang fisik (laut) yang dapat
diukur tiga dimensi, panjang, lebar, dan tinggi. (2) hati sebuah kata yang
merepresentasikan non-materi, yang tidak dapat diketahui oleh seorangpun,
pengetahuan tentangnya seolah seperti mustahil. (3) adanya keterbatasan manusia
untuk mengetahui realitas “hati”. Suatu kali hati dapat dipahami secara terang
benderang tetapi tiba-tiba ttidak dapat dipahami. Hati memancarkan multiwajah,
multipenapakan dan multitafsir. Meskipun tampak diketahui tetapi tetap tidak
diketahui. Mungkin seseorang tampak tertawa tetapi hatinya menangis. (4) Hati
seakan mewakili totalitas diri manusia. Manusia seakan fokus pada persoalan
hati, persepektif sempit ini digambarkan dengan istilah seperti Manajemen Qolbu,ataupun sejenisnya. Perspektif tersebut tetap saja diakui kehebatanya
karean ia membidik persoalan yang penuh
rahasia, yaitu lautan hati.
B.
Manfaat mempelajari Psikologi Kepribadian
Di
antara maanfaat dari makalah ini adalah:
1.
Sebagai bahan acuan
dalam proses pembebtukan keperibadian yang utuh dan moderen.
2.
Memperkaya kreatifitas
dalam memperdalam pengetahuan, supaya di kedepan harinya dapat memberikan
konstribusi bagi umat.
3.
Mengenal
dan konsep dan pengertian kepribadian.
BAB II
SEJARAH
PSIKOLOGI KEPRIBADIAN
DAN KONSEP
KEPRIBADIAN
A.
Sejarah Psikologi Kepribadian
Istilah
psikologi kepribadian sendiri dalam khasanah pemikiran barat merujuk kepada
literatur mitologi yunani kuno. Para pemain kawakan selalu memakai topeng ketika memerankan seorang tokoh dalam
suatu drama untuk membedakan tokoh satu dari lainnya. Saat itu belum dikenal
teknik make up model sekarang, maka penggunaan topeng adalah alternatif
kreatif pada zaman itu.
Tujuan
pemakaian topeng selain untuk menyembunyikan identitas, juga untuk keleluasan
dalam memerankan sosok pribadi lain. Teknik drama ini kemudian diambil alih
oleh bangsa Roma dengan istilah personality. Bagi bangsa Roma, persona
semula diartikan dengan “bagaimana seseorang tampak pada orang lain tetapi
bukan pribadi yang sesungguhnya.” Para aktor berusaha menciptakan dalam pikiran
penonton suatu kesan (impression) dari tokoh yang diperankan diatas
panggung, bukan kesan dari dari pribadi aktor sendiri.
Berdasarkan
pemahaman ini maka maksud personality bukanlah suatu atribut yang pasti
dan spesifik, melainkan suatu kualitas perilaku total seseorang yang tampil
dalam konteks sosial. Istilah personality kemudian dipakai untuk
menamakan para aktor sendiri, bukan pribadi orang lain yang diperankan. Yang
tadinya sekedar topeng ternyata menjadi ikon
atau nama beken pemerannya.
Sejak
lairnya ilmu psikolgi pada akhir abad 18, kepribadian selalu menjadi salah satu
topik bahasan yang penting. Psikologi lahir sebagai ilmu yang berusaha memahami
manusia seutuhnya, yang hanya dapat dilakukan melalui pemahaman tentang
kepribadian.
a.
Usaha-usaha yang
Masih Bersifat Prailmiah.
1) Chirologi
atau ilmu gurat-gurat tangan (Jawa: rajah)
Dasar
pikiran daripada pengetahuan ini ialah kenyataan bahwa gurat-gurat tangan orang
itu tidak ada yang sama satu sama lain, macamnya adalah sebanyak orangnya.[1]
2) Astrologi
atau ilmu perbintangan
Dasar
pikiran daripada pengetahuan ini ialah adanya pengaruh kosmis terhadap manusia.
Pada waktu seseorang dilahirkan, dia ada dalam posisi tertentu terhadap
benda-benda angkasa; jika sekirannya kita dapat mengenal perbedaan-perbedaan
mengenai soal-soal ini dia juga akan dapat mengenal perbedaan-perbedaan serta
sifat-sifat khas orangnya; tetapi biasanya usaha yang dilakukan orang tidak
sejauh itu, dan orang-orang yang lebih kemudian secara tradisional meniru saja
yang dikatakan oleh orang sebelumnya, padahal reliabilitas dan validitas
prinsip-prinsip yang telah ada belum diuji.
3) Grafologi
atau Ilmu tentang tulisan tangan
Dasar
pikiran grafologi itu ialah demikian: segala gerakan yang dilakukan oleh
manusia itu merupakan ekspresi dari pada kehidupan jiwanya; jadi juga gerakan
menulis – dan selanjutnya tulisan sebagai hasil gerakan menulis itu – merupakan
bentuk ekspresi kehidupan jiwa.
4) Physiognomi
atau ilmu tentang wajah
Pengetahuan
ini berusaha memahami kepribadian atas dasar keadaan wajahnya. Dasar pikiran
untuk mengusahakan pengetahuan ini ialah keyakinan bahwa ada hubungan antara
keadaan wajah dan kepribadian. Hal-hal yang tampak pada wajah dapat
dipergunakan untuk membuat interpretasi mengenai apa yang terkandung dalam
jiwa.
5) Phrenology
atau ilmu tentang tengkorak
Pengetahuan
ini bermaksud memahami kepribadian atas dasar keadaan tengkoraknya. Dasar
pikiran ini ialah bahwa tiap-tiap fungsi atau kecakapan itu masing-masing
mempunyai pusatnya diotak.
6) Onychologi
atau ilmu tentang kuku
Onychologi
berusaha memahami kepribadian seseorang
atas dasar keadaan kuku-kukunya. Kuku di ujung jari itu mempunyai hubungan yang
erat dengan susunan syaraf, dengan cabang-cabangnya yang terhalus berujung
dipucuk-pucuk jari. Warna serta bentuk kuku dapat dipakai sebagai landasan untuk
mengenal kepribadian orangnya.
b. Usaha-usaha yang lebih Tinggi Nilainya.
1) Pendapat
Hippocrates, mengatakan
bahwa dalam diri seseorang terdapat empat macam sifat tersebut yang didukung
oleh keadaan yang berupa cairan-cairan yang ada dalam tubuh orang itu[2],
yaitu:
a) Sifat kering terdapat dalam chole (empedu kuning),
b) Sifat basah terdapat dalam melanchole (empedu hitam),
c) Sifat dingin terdapat dalam phlegm (lender), dan
d) Sifat panas terdapat dalam sagius (darah).
Keempat cairan tersebut ada dalam tubuh dalam propersi
tertentu. Apabila cairan-cairan tersbut adanya dalam tubuh dalam propersi
selaras (normal) orangnya normal (sehat), apabila keselarasan propersi tersebut
terganggu maka orangnya menyimpangdari keadaan normal (sakit).
2) Pendapat
Galenus, menyempurnakan ajaran
Hippocrates tersebut, dan membeda-bedakan kepribadian manusia atas dasar
keadaan proporsi campuran cairan-cairan tersebut. Galenus sependapat dengan
Hippocrates, bahwa di dalam tubuh manusia terdapat empat macam cairan yaitu:
(1) chole, (2) melanchole, (3) phlegm, (4) sanguis, dan bahwa cairan-cairan
tersebut adanya didalam tubuh manusia secara teori dalam proporsi tertentu.
Kalau suatu cairan adanya dalam tubuh itu melebihi proporsi yang seharusnya
(jadi: dominant) maka akan mengakibatkan adanya sifat-sifat kejiwaan yanh khas.
Pembahasan
seputar kepribadian dalam persepektif psikologi barat yang liberal memang telah
beragam tetapi tidak beragama. Hal ini dapat dimaklumi karena
filsafat, paradigma, dan epistimologi yang mendasarinya memang dibangun oleh
para schooler yang kebetulan juga sekuler. Rumusan-rumusan
kepribadiannya terkesan canggih tetapi terjadi pembonsaian manusia menjadi
manusia yang berputar diseputar istilah sapiens, homo faber, homo laquens,
homo economicus, homo socialicus, zoo politicon, homo religiousus, homo creator,
homo delegans, homo legatus, dan istilah sejenisnya.
Psikologi
kepribadian (psychology of personality) termasuk kajian klasik dalam
bidang psikologi. Bahkan semua pembahasan psikologi selalu diawali dari konsep
kepribadian. Baik berupa teori kepribadian, maupun yang lebih dini yaitu
filsafat kepribadian.
B.
Pengertian Psikologi
kepribadian
Secara
Etimologi Psikologi berasal dari dua kata psyche yang dalam bahasa
yunani berarti “jiwa” dan kata logos yang dapat diterjemahkan
dengan kata “ilmu”.[3] Jadi
Psikologi artinya ilmu yang mempelajari tentang jiwa, baik mengenai macam-macam
gejalanya, prosesnya maupun latar belakangnya. Dengan singkat disebut ilmu
jiwa.
Berbicara tentang jiwa, terlebih dahulu kita harus
dapat membedakan antara nyawa dan jiwa. Nyawa adalah daya jasmaniah yang adanya
tergantung pada hidup jasmani dan menimbulkan badaniah organik behavior, yaitu
perbuatan yang ditimbulkan oleh proses belajar. Sedangkan jiwa adalah daya
hidup rihaniah yang bersifat abstrak, yang menjadi penggerak dan pengatur bagi
sekalian perbuatan-perbuatan pribadi (personal behavior) dari hewan tingkat
tinggi dan manusia.
Sehingga pengertian psikologi dapat disimpulkan
sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari semua tingkah laku dan perbuatan
individu, dalam mana individu tersebut tidak dapat dilepaskan dari
lingkungannya.
Kepribadian merupakan sesuatu hal yang takbisa hilang
dalam diri seseorang, kepribadian inilah yang menjadi ciri khas. Manusia
melaksanakan perbuatannya untuk memenuhi naluri-naluri dan kebutuan-kebutuhan
jasmaninya. Kumpulan perbuatan-perbuatan tersebut adalah tingkah laku manusia.
Tingkah laku ini tergantung pada pemahaman-pemahaman (mafahim) manusia
tentang segala sesuatu (asyya’), akitivitas dan kehidupan. Tingkah
lakulah yang menunjukan kepribadian manusia.
Kepribadian adalah metode berfikir manusia terhadap
realita. Kepribadian juga merupakan kecendrungan-kecendrungan manusia terhadap
realita[4].
Dan dengan arti yang lain, kepribadian manusia adalah
pola pikir (‘aqliyah) dan pola jiwa (an-nafsiyah) nya.
Kepribadian adalah bagian dari jiwa yang membangun
keberadaaan manusia menjadi satu kesatuan, tidak terpecah-pecah dalam fungsi
–fungsi. Memahami kepribadian berarti memahami aku, diri, self, atau memahmi
diri manusia seutuhnya.[5]
Istilah Kepribadian sering digunakan untuk
menerjemahkan kata syakshsiyah ataupun personality.
a. Huwiyah dan Iniyah
Huwiyah berasal dari dari kata huwa (kata ganti orang ketiga tunggal) yang berarti “dia.” Kata Huwiyah disalin kedalam bahasa inggris dengan term “identity atau personality”.
Kata identity (identitas) menunjukan maksud al-fardiyah (individuality). Identitas adalah diri atau aku-nya
individu, kepribadian, atau suatu kondisi kesamaan dalam sifat-sifat
karakteristik yang pokok. Sedang individuality adalah segala sesuatu yang membedakan
individu dengan individu yang lain, kualitas unik individual, dan integritas
dari sifat-sifat individu.
Al-Farabi,
seorang filsuf muslim, mengenukakan bahwa huwiyah berati eksistensi individu
yang menunjukan keadaan, kepribadian dan keunikannya yang dapat membedakan
indvidu tersebut dengan individu yang lain. Sedangkan Amatullah Armstrong
mendefinisikan huwiyah dengan arti ke-Dia-an. Ini adalah hakekat
gaib, aspek batin dari keesaan abstrak (al-Ahadiyah).
Namun pada
definisi diatas tampak bahwa istilah huwiyah menurut Al-Farabi dan Amatullah Amstrong
ternyata berbeda perngertiannya dengan terminologi psikologi atau filsafat. Hal
itu disebabkan kata huwa dalam psikologi dan filsafat dinisbatkan
pada manusia, yang berarti ke-Dia-an manusia.
Yusuf Murad
menyebut dua istilah yang terkait dengan kepribadian. Pertama, istilah asy-syakhsiyah al-Iniyah dan asy-syakhsiyah az-Zatiyah
untuk mendeskripsikan kepribadian yang tampak dari perspektif diri sendiri. Kedua,
istilah asy-syakhsiyah al-Maudu’iyah atau asy-syakhsiyah al-Khalq
untuk mendeskrifiskan kepribadian yang tampak dari perspektif orang lain, sebab
kepribadian individu menjadi objek (maudu’) penggambaran. Istilah
pertama dapat dipadankan pada iniyah,
sedang istilah kedua dipadankan pada huwiyah.
b.
Zatiyah
Term Zat lazimnya dipakai oleh teolog (mutakallimin)
untuk menunjukan Zat Allah yang sunyi dari segala sifat.[6]
Term zat kemudian dipergunakan untuk menunjukan substansi sesuatu, baik
substansi yang berupa pribadi (syakhs) maupun bukan. Batu, air, tanah, dan
udara memiliki substansi. Tumbuhan dan hewan memiliki substansi. Malaikat dan
syetan jugamemiliki substansi. Demikian dengan manusia memiliki substansi.
Meskipun semua memiliki substansi, namun hnaya manusia yang memiliki pribadi (sakhs) yang dinamik, karena pribadi inilah
maka kekhalifahan dilimpahkan kepadanya.
Zatiyah secara bahasa memiliki arti identity, personality, dan subjectivity.
Dalam terminologi psikologi, zatiyah memiliki arti “tendensi (muyul)
individu pada dirinya yang berasal dari
substansinya sendiri.
c.
Nafsiyah
Term nafsiyah berasal dari kata nafs yang berarti pribadi atau
kepribadian. Orang arab sering menyesali dirinya dengan sebutan nafsiy (oh, diriku atau oh, pribadiku). Syafi’i menerjemahkan kata nafs
sebagai “....personality, self, or level
of personality develomental”[7]
(kepribadian, diri pribadi, atau tingkah suatu perkembangan kepribadian
Trem nafsiyah
lebih banyak dipakai dalam leksikologi Al-Quran dan Sunnah dan satupun al-Qur’an menyebut term syakhsiyah. Berdasarkan stusi al-Qur’an ini, maka term nafsiyah lebih
memungkinkan dijadikan padanan term personality. Hanya saja term nafs memiliki
multimakna. Istilah nafs, dengan menggunakan pendekatan makna
nasabi,[8] dapat berarti nyawa (al-hayah),
hawa nafsu (al-hawa), daya konasi yang memiliki sifat gadab
(defense) dan syahwah (appetite);
dan struktur kepribadian yang terdiri atas gabungan antara jasmani dan ruhani,
atau juga kepribadian.
d. Akhlaq
Term lain
yang tiada kalah populernya adalah term akhlaq[9](bentuk
jamak dari kata khuluq). Secara etimologis, akhlaq berarti character,
disposition dan moral constitution. Al-Gazali berpendapat bahwa
manusia memiliki citra lahiriah yang disebut dengan khalq, dan
citra batiniah yang disebut khulq.
Al-Gazali
lebih lanjut menjelaskan bahwa khulq adalah “suatu kondisi (hai’ah) dalam jiwa (nafs) yang suci (rasikhah),
dan dari kondisi itu tumbuh suatu aktivitas yang mudah dan gampang tanpa
memerlukan pemikiran dan pertimbangan terlebih dahulu.” Sedangkan Al-Jurjawiy
mengemukakan bahwa akhlak itu hanya mencakup kondisi batiniah (inner),
bukan kondisi lahiriah. Misalnya, orang yang memiliki karakter pelit bisa juga ia banyak mengeluarkan
uangnya untuk kepentingan riya’, boros, dan sombong. Sebaliknya orang yang
berkarakter dermawan bisa jadi ia menahan mengeluarkan uangnya demi kebaikan
dan kemaslahatan.
Term “akhlaq”
muncul bersamaan dengan munculnya Islam. Nabi Muhammmad saw diutus didunia
untuk menyempurnakan atau memperbaiki kepribadian umatnya. Sabda beliau:
بعثت لا تمم حسن الا خلا ق
“Aku di utus untuk menyempurnakan
akhlaq yang baik.” (HR. Malik bin
Anas dari Anas bin Malik).
C. Konsep Kepribadian
Berbicara masalah tentang konsep kepribadian dalam psikologi, ada dua
hal yang sangat perlu kita ketahui, yaitu konsep kepribadian dalam pandangan
orang barat dan konsep kepribadian dalam pandangan kaum muslim.
a.
Konsep Kepribadian (Barat)
Teori Kepribadian Sigmun Freud
Teori
psikologi Freud didasari pada keyakinan bahwa dalam diri manusia terdapat suatu
energi psikis yang sangat dinamis. Energi psikis inilah yang mendorong individu
untuk bertingkah laku. Menurut psikoanalisis, energi psikis itu berasumsi pada
fungsi psikis yang berbeda yaitu: Id, Ego dan Super Ego.
Id
merupakan bagian palung primitif dalam kepribadian, dan dari sinilah nanti ego
dan Super Ego berkembang. Dorongan dalam Id selalu ingin dipuaskan dan
menghindari yang tidak menyenangkan.
Ego
merupakan bagian “eksekutif” dari kepribadian, ia berfungsi secara rasional
berdasakan prinsip kenyataan. Berusaha memenuhi kebutuhan Id secara
realistis,yaitu dimana Ego berfungsi untuk menyaring dorongan-dorongan
yang ingin dipuaskan oleh Id berdasarkan kenyataan.
Super
Ego merupakan gambaran internalisasi nilai moral masyarakat yang diajarkan
orang tua dan lingkungan seseorang. Pada dasarnya Super Ego merupakan hati
nurani seseorang dimana berfungsi sebagai penilai apakah sesuatu itu benar atau
salah. Karena itu Super Ego berorientasi pada kesempurnaan.
Menurut
Freud fase-fase perkembangan individu didorong oleh energi psikis yang disebut
libido. Libido insting kehidupan yang bersifat seksual yang ada sejak
manusia lahir. Ada
6 fase yang membagi perkembangan manusia menurut Freud:
1.
Fase oral (0-1 tahun) :
Disini anak mendapatkan kenikmatan dan kepuasan dengan berorientasi pada mulut.
Kontak sosial lebih bersifat fisik seperti menyusui. Peran sosial biasanya
dipegang oleh ibu.
2.
Fase anal (1–3 tahun) :
Pada fase ini kenikmatan berpusat didaerah anus, seperti saat buang air besar.
Inilah saat untuk mengajarkan disiplin pada anak.
3.
Fase falik (3–5 tahun)
: Pusat kepuasan pada fase ini adalah alat kelamin.
Anak mulai tertarik pada perbedaan anatomis laki-laki dan perempuan, dan
biasanya difigurkan oleh ayah dan ibu. Pada anak laki-laki terjadi Oedipus
Kompleks atau gairah seksual.
4.
Peride laten (5–12
tahun) : Meupakan masa tenang dimana anak mulai
mengembangkan kemampuan motorik dan kognitifnya. Anak mulai mencoba menekan
rasa takut dan cemas. Anak mulai mencari fugur ideal saat ia dewasa,
homoseksual alami mulai bisa terlihat pada masa ini.
5.
Fase genital ( > 12
tahun ) : Tahap kematangan pada alat reproduksi,
pusat kepuasaan berada di daerah kelamin. Disini libido mulai diarahkan untuk
hubungan heteroseksual. Dan mulai merasakan cinta kepada lawan jenis.
Teori Kepribadian Erik Erikson
Teori
Erikson ini mendasarkan teori pada libido. Maka dari itu teori ini sangat
dipengaruhi oleh psikoanalisa Freud. Disini yang dikembangkan adalah konflik
yang terjadi di dalam perkembangan seseorang. Konflik yang timbul ini akan
menimbulkan krisis. Sedangkan apabila krisis yang erjadi terselesaikan,
maka akan mempengaruhi perkembangan individu. Menurut Erikson krisis disini
bukanlah suatu yang buruk, tetapi merupakan titik tolak perkembangan
psikososial Erikson dibagi menjadi delapan tahap:
1.
Basic Trust vs Bsic
Mistrust (Kepercayaan Dasar Vs Kecurigaan Dasar) -0-1th
Kebutuhan akan rasa aman dan
ketidakberdayaan menyebabkan konflik yang dialami oleh anak dalam tahap ini
adalah kepercayaan. Bila rasa aman terpenuhi, maka akan berkembang pula
kepercayaan nya pada lingkungan. Dan sebaliknya bila terganggu dengan
lingkungan, maka akan sulit untuk mengembangkan kepercayaan.ibu memegang
peranan penting pada masa ini.
2.
Autonomy vs Shame &
Doubt (Otonomi Vs Perasaan Malu dan Keragun-raguan) -2-3th
Pada
masa ini organ dan fungsi tubuh sudah mulai masak dan terkoordinasi, anak dapat
melakukan gerakan secara lebih bervariasi. Dan karena itu konflik yang dihadapi
pada masa ini lebih kepada pengakuan, pujian untuk mengembangkan percaya diri.
Kedua orang tua memegang peranan penting pada masa ini.
3.
Initiative vs Guilt
(Inisiatif Vs Kesalahan) – 3-6th
Disini
anak sudah mulai berinisiatif atau memm=iliki perasaan bebas untuk melakukan
sesuatu . Tapi bila dia mengembangkan keraguan sebelumnya, maka yang akan
berkemban malah rasa bersalahnya.
4.
Industry vs Inferiority
(Kerajinan Vs Inferioritas) -6-11th
Anak mulai dapat berfikir logis dan sudah
mulai bersekolah.konflik yang dihadapi pada masa ini adalah perasaan sebagai
seorang yang mampu atau perasaan rendah diri.bila ia mengembangkan
kemampuannya maka akan berkembang pula gairah untuk lebih produktif.
5.
Identity vs Role
Confusion (Identitas Vs Kekacauan Identitas) – mulai 12 th
Anak
lebih dihadapkan pada tutuntan untuk lebih mengenal dirinya diamana dia sudah
mulai harus memikirkan masa depannya. Konflik yang dihiadapi adalah perasaan
menemukan jati dirinya atau malah kekaburan diri.
6.
Intimacy vs Isolation
(Keintiman Vs Isolasi)
Individu
sudah mulai mencari pasangan hidup. Konflik yang dihadapi pada masa ini
tentunya adalah kesiapan untuk berhubungn dengan orang lain. Seseorang
yang telah melewati tahap ini akan mendapatkan perasaan kemesraan dan
keintiman.
7.
Generativity vs
Self-absorbtion (Generativitas Vs Stagnasi)
Konflik atau krisis yang dihadapi adalah
dimana muncul perasaan tuntuan untuk membantu orang lain diluar keluarganya,
sperti masyarakat umum . disini pengalaman yang dapatmempengaruhi kemampuannya
untuk bebrbuat sesuatu di masyarakat.
8.
Ego Integrity vs
Despair (Integritas Vs Keputusasaan)
Pada
masa ini seseoarang akan mulai menengok masa lalu. Prestasi dan segala sesuatu
yang didapat dimasa lalu akan menghasilkan kepuasan. Dan apabila apa yang
diraih pada masa lalu tidak sesuai dengan yang diharapkan, maka akan
menimbulkan rasa kecewa.
b.
Konsep
kepribadian (Islam)
1.
Pola pikir (al-‘Aqliyah)
Allah
swt berfirman :
!$tBur ãNä39s?#uä ãAqߧ9$# çnräãsù
$tBur öNä39pktX
çm÷Ytã
(#qßgtFR$$sù
“Apa saja yang diberikan Rasul kepadamu, Maka
terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah.”(QS. Al-Hasyr
59: 7)
‘Aqliyah (pola pikir)
adalah metode (kayfiyah) seseorang memahami seseuatu atau memikirkan
sesuatu didasarkan pada asas tertentu. Atau dimana metode manusia mengikat
realita dengan informasi-informasi itu kepada satu kaidah atau kaidah-kaidah
tertentu.
Para sahabat
Nabi semuanya memiliki ‘aqliyah islamiyah
sebagai pembeda, dengannya mereka memahami realita dari sudut pandang islam.
Kaidah mendasar yang manusia menjadikannya standar untuk menghukumi terhadap
realita adalah yang membatasi jenis pola pikir. Maka manusia yang berpikir
tentang realita dari sudut pandang islam, ia memiliki pola pikir islam. Manusia
yang memahami realita dari sudut pandang kapitalisme berarti ia memiliki pola
pikir kapitalis. Manusia yang memahami realita dari sudut pandang komunis, berarti
ia memiliki pola pikir komunis, dsb.
Pola pikir adalah (‘aqliyah)
adalah metode manusia dalam mengikat dorongan-dorongan pemenuhan dengan
pemahaman-pemahaman (mafahim).
Pemahaman ini dikembalikan kepada pemikiran-pemikiran khas yang memancar dar
sudut pandang yang khas atau yang tidak kahas tentang kehidupan.
2.
Pola Jiwa (an-Nafsiyah)
Rasulullah Bersabda:
لايؤمن احد كم حتى يكو ن هواه تبعا لما جئت به
“Seseorang dari kalian tidak akan benar-benar beriman sebelum hawa
nafsunya mengikuti apa-apa yang aku bawa.”
pola jiwa (an-nafsiyah)
adalah sesuatu yang menjadikan manusia terdorong melaksanakan aktifitas atau berpaling
dari pelaksanaan aktivitas. Maka pola jiwa adalah sesuatu yang menjadi pemutus
bagi dorongan-dorongan naluri-naluri dan kebutuhan-kebutuhan jasmani.
Sebelum arak (khamr)
diharamkan seorang muslim menyempatkan diri utnuk meminumnya karena pemahamannya
tentang arak adalah bahwa arak itu mubah. Kemudian setelah turun firman Allah:
$yJ¯RÎ) ßÌã ß`»sÜø¤±9$# br& yìÏ%qã ãNä3uZ÷t/ nourºyyèø9$# uä!$Òøót7ø9$#ur Îû Ì÷Ksø:$# ÎÅ£÷yJø9$#ur öNä.£ÝÁtur `tã Ìø.Ï «!$# Ç`tãur Ío4qn=¢Á9$# ( ö@ygsù LäêRr& tbqåktJZB ÇÒÊÈ
“Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan
permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi
itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; Maka berhentilah
kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu).”(QS. Al-Maidah 5: 91)
Ketika
mendengar ayat ini mereka berkata: “kami benar-benar berhenti.”mereka menuju
arak-arak yang dimilikinya lalu menerka menupahkan semunanya di jalan-jalan
madinah. Setelah itu mereka menjadi berpaling dari minum arak.
Jadi mengubah pemahaman tentang khamer itu telah mengubah
kecendrungan pada khamr. Dan
kecendrungan yang baru sebagai buah dari mengikat dorongan-dorongan pemahaman
adalah pola jiwa.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Istilah psikologi kepribadian sendiri dalam khasanah
pemikiran barat merujuk kepada literatur mitologi yunani kuno. Para pemain kawakan selalu memakai topeng ketika memerankan seorang tokoh dalam
suatu drama untuk membedakan tokoh satu dari lainnya. Saat itu belum dikenal
teknik make up model sekarang, maka penggunaan topeng adalah alternatif
kreatif pada zaman itu.
Secara Etimologi Psikologi berasal dari dua kata psyche
yang dalam bahasa yunani berarti “jiwa” dan kata logos yang dapat
diterjemahkan dengan kata “ilmu”. Jadi Psikologi artinya ilmu yang
mempelajari tentang jiwa, baik mengenai macam-macam gejalanya, prosesnya maupun
latar belakangnya. Dengan singkat disebut ilmu jiwa.
Kepribadian merupakan sesuatu hal yang takbisa hilang
dalam diri seseorang, kepribadian inilah yang menjadi ciri khas. Manusia
melaksanakan perbuatannya untuk memenuhi naluri-naluri dan kebutuan-kebutuhan
jasmaninya. Kumpulan perbuatan-perbuatan tersebut adalah tingkah laku manusia.
Tingkah laku ini tergantung pada pemahaman-pemahaman (mafahim) manusia
tentang segala sesuatu (asyya’), akitivitas dan kehidupan. Tingkah
lakulah yang menunjukan kepribadian manusia.
Kepribadian adalah metode berfikir manusia terhadap
realita. Kepribadian juga merupakan kecendrungan-kecendrungan manusia terhadap
realita.
Dan dengan arti yang lain, kepribadian manusia adalah
pola pikir (‘aqliyah) dan pola jiwa (an-nafsiyah) nya.
Kepribadian adalah bagian dari jiwa yang membangun
keberadaaan manusia menjadi satu kesatuan, tidak terpecah-pecah dalam fungsi
–fungsi. Memahami kepribadian berarti memahami aku, diri, self, atau memahmi
diri manusia seutuhnya.
Istilah Kepribadian sering digunakan untuk
menerjemahkan kata syakshsiyah ataupun personality.
Usaha-usaha yang Masih Bersifat Prailmiah :Chirologi atau ilmu gurat-gurat tangan (Jawa:
rajah), Astrologi atau ilmu
perbintangan, Grafologi atau Ilmu
tentang tulisan tangan, Physiognomi
atau ilmu tentang wajah, Phrenology
atau ilmu tentang tengkorak, Onychologi
atau ilmu tentang kuku. Dan adapun Usaha-usaha yang lebih Tinggi Nilainya
antara lain : Pendapat Hippocrates,
mengatakan bahwa dalam diri seseorang terdapat empat macam sifat tersebut yang
didukung oleh keadaan yang berupa cairan-cairan yang ada dalam tubuh orang itu.
Dan Pendapat Galenus, menyempurnakan
ajaran Hippocrates tersebut, dan membeda-bedakan kepribadian manusia atas dasar
keadaan proporsi campuran cairan-cairan tersebut
B.
Saran-Saran Diskusi
Dari uraian sikat dimuka, terjadi berbagai macam
pendapat tentang bagaimana sebuah konsep kepribadian , baik itu pendapat dari
persfektif orang Barat ataupun orang Islam. Yang menurut kami semuanya benar
tidak ada yang salah, karena pendapat orang barat dan Islam tidak jauh berbeda
atau saya katakan sama. Tentu ketika kita berbicara masalah teori ataupun
konsep kepribadian tidak luput dari kelemahan, baik berupa bagaimana cara dia
memandang kepribadian dan bagaiman membentuk sebuah kepribadian. Tapi kami
tidak akan memperpanjang lebah kelebihan ataupun kekurangan dari uraian singkat
ini. Kami hanya berpendapat bahwa semua konsep teori kepribadian dari dua versi
tersebut sama-sama benar dan tergantung kita, sejauhmana kita memahami tentang
kepribadian itu.
Oleh sebab itu, perbedaan merupakan Rahmat dari sang
Pencita dan mari kita satukan persepsi. Dengan begitu kita akan tumbuh menjadi
sosok pribadi yang tangguh. Mungkin kami tidak ingin mengartikan ini sebagai
sebuah kritikan ataupun saran, tapi kami ingin saling mengingatkan tentang
sebuah kebaikan dan tujuan hidup.
DAFTAR
PUSTAKA
Hendro, P., Riyanti, D, B, P. 1998. Seri
diktat kuliah psikologi umum 2. Depok: Universitas Gunadarma.
Hendro, P., Riyanti, D., Puspitawati. 1996. Seri Diktat Kuliah Psikologi Umum I.
Jakarta.
Gunadarma.
Purwanto, Y. 2007. Psikologi Kepribadian (Integritas nafsiyah
dan ‘Aqliyah) Perspektif Psikologi Islam. Bandung: Refika Aditama.
Gerungan, W.A. 2009. Psikologi sosial.Bandung: Refika Aditama
Alwisol. 2010 .psikologi
kepribadian.malang: UMM Press.
Subandi. 1994. Psikologi
islam dan sufisme. Jogjakarta:Sipress.
[1] [1] Drs. Sumadi
Suryabrata, B.A., M.A., Ed.S., Ph.D. Psikologi Kepribadian, (Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2007) hal 6-11
[2] Terpengaruh
oleh kosmologi Empedokles, yang menganggap bahwa alam semesta beserta isinya
tersusun dari empat unsur dasar yaitu: tanah, air, udara dan api. Dengan sifat-sifat
yang didukungnya yaitu: kering, basah, dingin dan panas.
[4] Yadi
Purwanto, Psikologi Keperibadian: Integritas Nafsiyah dan
‘Aqliyah Perspektif Psikologi Islam, (Bandung: PT Refika Aditama, September
2007) hal 254
[5] Alwisol, psikologi
kepribadian,(malang: UMM Press, februari 2010) hal 1
[6] Aliran Teolog yang
meniadakan sifat (nafy as-sifat) Allah adalah aliran Mu’tazilah. Menurut
kaum Mu’tazilah, jika Allah itu berzat dan bersifat. Berarti Dia tidak Esa,
karena Zat-Nya kekal dan Sifat-Nya pun juga kekal, sehingga terjadi banyak
kekekalan (ta’addud qudama) pada-Nya,
yaitu kekekalan zat dan kekekalan beberapa
sifat. Allah Mengetahui, Berkuasa, Beriradah dsb, dengan zat-Nya
bukan dengan sifat-Nya Allah ‘alim (Maha Mengetahui) dengan zat-Nya,
bukan dengan Sifat-Nya.
[7] Subandi, psikologi islam dan
sufisme, dalam Fuad Nashori (editor), membangun paradigma
psikologi islam, Jogjakarta,Sipress, 1994, hal 94.
[8] Makna nasabi adalah makna diperoleh dari korelasi antara
kata itu dengan konteks kalimat. Makna nasabi boleh jadi berbeda dengan makna lugawi
(etimologi) maupun istilahi (terminologi). Sebagai contoh, ada dua orang perokok bermain catur.
Salah satu pionnya hilang, kenudian ia mengambil putung rokoknya untuk
dijadikan pengganti pion yang hilang. Ketika putng rokok itu menempati
tempatnya pion, maka kkia tidak lagi disebut putung rokok melainkan pion catur
yang mempunyai fungsi tersendiri.
[9] Dalam wacana psikologi,
kata akhlaq memiliki ekuivalensi dengan kata karakter. Ilmu akhlaq sama artinya
dengan karakterogi islam.
0 komentar:
Post a Comment